unescoworldheritagesites.com

Kuasa Hukum PT CPS Jo Nilai Tuduhan Eggy Sudjana Tidak Benar, MTC Lakukan Wanprestasi - News

Para kuasa hukum.PT CPS Jo saat menyampaikan korekai kepada wartawan terkait tuduhan Eggy Sudjana.

JAKARTA: Kuasa hukum PT.Citra Pembina Sukses Jo (CPS Jo), Chris Santo Sinaga menegaskan bahwa pemberitaan yang menyatakan kliennya Didesak Segera Melunasi Tagihan Pembayaran atas PT. MTC ( , Jumat, 20 September 2019) agar membayar kewajiban sejumlah Rp145 miliar dan melakukan pembatalan / pemutusan kontrak sepihak adalah tidak benar, dan tidak berdasar fakta hukum.

“Karena faktanya PT. MTC yang telah melakukan Wanprestasi kepada klien kami, sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi klien kami,” katanya dalam keterangan hak jawab dan koreksi yang dikirimkan kepada redaksi , Jumat (27/9/2019).

Chris Santo menandaskan bahwa hubungan hukum kliennya dengan PT. MTC telah berakhir terhitung sejak tanggal 6 April 2018 sebagaimana Surat No : 031/SK/CTK-KMY/QS/IV/2018 . Perihal Pemutusan Kontrak yang telah dikirimkan kliennya kepada PT. MTC.

” Pemutusan kontrak yang dilakukan klien kami terhadap PT. MTC terjadi akibat fakta – fakta di lapangan yang telah membuktikan perbuatan Wanprestasi dilakukan oleh PT. MTC dalam menjalankan kontrak dan didasari juga dengan surat – surat terdahulu yang telah dikirimkan Klien kami,” katanya menambahkan.

Ia menjelaskan surat -surat itu antara lain, tidak mengikutsertakan pekerja dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, sehingga melanggar UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Ketenagakerjaan – BPJS Kesehatan dan Pasal 6.7 FIDIC Perihal Kesehatan dan Keselamatan.

Selain itu, tidak mempunyai dan menempatkan PM (Project Manager) dan SM (Site Manager) yang kompeten, sehingga mengakibatkan koordinasi dalam pengerjaan proyek tidak berjalan dengan baik.

” Hal ini melanggar ketentuan Pasal 3 FIDIC. Pelanggaran ini telah diingatkan oleh Klien kami berulangkali baik secara lisan maupun melalui Surat Teguran ke-1,sebagaimana surat Nomor : 008/CTK-MTC/PM/II/2018 tertanggal 19 Februari 2018, namun PM dan SM tersebut tidak pernah direalisasikan,”ucapnya.

Ia menegaskan, PT MTC telah gagal melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Kontrak Pasal 8 (commencement, Delays and Suspension). Kegagalan penyelesaian pekerjaan yang berdampak pada Kontraktor lain yang tidak dapat melaksanakan pekerjaannya.

” Hal ini tentu akan berdampak pada keterlambatan penyelesaian proyek secara keseluruhan, yang bisa berujung pada dikenakannya penalti oleh pembeli kepada klien kami,” ucapnya.

Selain itu dinyatakan bahwa ada ketidak sesuaian/ketidak cocokan terhadap material yang dikirimkan dengan yang disepakati akan digunakan, (contoh : Surat Permohonan Persetujuan material No. 038/MP/MTC-CPS/III/2018 tanggal 22 Februari 2018 untuk cable cage, cable ladder dan cable tray yang dikirim adalah ex AMST, padahal berdasarkan persetujuan dari Klien material yang disepakati adalah menggunakan TIMS.

“Mereka melakukan pelanggaran pelaksanaan pekerjaan dengan melakukan pekerjaan di lantai 11 (sebelas) sampai dengan lantai 20 , padahal izin pelaksanaan pekerjaan untuk lantai tersebut belum ada,” katanya..

Chris mengungkapkan bahwa setelah dilakukannya Pemutusan Kontrak maka kliennya dan PT. MTC telah bersepakat untuk melakukan penghitungan progres pekerjaan dengan menunjuk Pihak Arcadis selaku konsultan QS yang berhak untuk menentukan perhitungan pekerjaan yang telah dilakukan PT. MTC.

Diketahui, hasil penghitungan pihak Arcadis atas total pekerjaan yang telah dilakukan oleh PT. MTC adalah sebesar 0,34 % dengan nilai pekerjaan seharga Rp454.887.706. Atas penghitungan Pihak Arcadis tersebut telah juga disetujui oleh PT. MTC yang dibuktikan dengan di tandatanganinya hasil mapping.

” Tindakan PT. MTC yang tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik sebagaimana yang diatur dalam perjanjian dan berujung dengan dilakukan pemutusan kontrak kepada PT. MTC telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap Klien kami,” tukasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat