unescoworldheritagesites.com

Pengadilan Merampas Untuk Negara Aset First Travel Karena Paguyuban Menolak Menerima - News

MA

JAKARTA: Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi (PT) Bandung dan Pengadilan Negeri (PN) Depok tidaklah salah jika memutuskan asset First Travel dirampas untuk negara. Pasalnya, Ketua Paguyuban atau kelompok korban penipuan dan penggelapan itu berkeberatan atau menolak menerima pengembalian asset First Travel.

Menurut Juru Bicara (Jubir) Mahkamah Agung (MA) Dr Andi Samsan Nganro SH MH, pihaknya sendiri sesungguhnya mengikuti putusan peradilan tingkat pertama dan banding dalam kasus yang cukup menggembarkan masyarakat itu. 

“Hakim di peradilan tingkat pertama (Depok) dan peradilan banding dapat mengerti akan penolakan penerimaan pengembalian asset First Travel. Akhirnya MA pun mengikuti atau menguatkan putusan dari bawah yang memang dinilai memenuhi rasa keadilan,” tutur Andi Samsan Nganro yang juga Ketua Majelis Hakim (kasasi) kasus First Travel.

Alasan lain selain ditolak pengembalian asset First Travel kepada para korban, majelis hakim juga melihat bahwa kasusnya dari penipuan dan penggelapan serta pencucian uang.  “Para terdakwa dalam perkara First Travel selain dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana “penipuan” juga  “pencucian uang”. Putusan Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan Tinggi Bandung yang menyatakan aset FT dirampas untuk Negara. Ini  dibenarkan  MA dalam tingkat kasasi, karena terdakwa terbukti melakukan tidak pidana pencucian uang di samping adanya penolakan menerima  pengembalian aset First Travel,” ujar Andi Samsan Nganro di Jakarta, Senin (18/11/2019).

Oleh karena belakangan ini muncul pro-kontra atas putusan MA tersebut, Kejaksaan Agung pun berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus First Travel. Upaya hukum luar biasa itu akan dilakukan Kejagung dalam rangka pengembalian asset First Travel kepada jemaah korban penipuan itu sendiri.

Kapuspenkum Kejagung Mukri mengatakan PK tetap ditempuh meskipun, kata dia, Mahkamah Konstitusi telah melarang Jaksa untuk mengajukan PK. "Ternyata Putusan MA dari angka 1-529 itu dirampas untuk negara dan tindaklanjutnya adalah dilelang dan disetor ke negara. Kita masih lakukan kajian dan terobosan hukum dalam bentuk PK," kata Mukri kepada wartawan saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (18/11).  Pada tahun 2016, MK melarang jaksa mengajukan PK untuk semua kasus. Putusan MK yang dimaksud menyatakan bahwa jaksa tidak bisa mengajukan Peninjauan Kembali putusan kasasi. Hal itu berdasarkan amar putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016. 

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan PK perlu dilakukan untuk mengusahakan pengembalian aset tersebut kepada para jemaah yang menjadi korban First Travel. "Ini untuk kepentingan umum. Kita coba ya. Apa mau kita biarkan saja?" kata Burhanuddin kepada wartawan saat ditemui di Kejaksaan Agung.

Menurutnya, hingga kini pihak kejaksaan menuntut agar aset dikembalikan kepada para jemaah. Akan tetapi, putusan pengadilan dari tingkat pertama hingga kasasi menyatakan aset-aset untuk dirampas negara sehingga harus dipatuhi.

Kejaksaan tidak mempunyai pendekatan lain untuk mengembalikan aset First Travel kepada jemaah. Menurut Jaksa Agung, kasus First Travel adalah kasus hukum sehingga harus berbicara secara yuridis. "Tidak bisa pendekatan lain. Putusan yuridis kita lakukan juga dengan pendekatan yuridis," jelasnya.

Kejaksaan Agung tidak menampik bahwa pihaknya kini kesulitan untuk mengeksekusi eksekusi aset terpidana karena tuntutannya meminta agar hasil penjualan aset itu dikembalikan ke jemaah. Sementara bunyi putusan pengadilan tingkat pertama hingga kasasi memutuskan agar aset tersebut disita untuk negara.  "Justru itu, karena putusannya demikian kami kesulitan untuk eksekusinya. Jadi kami akan upayakan upaya hukum. Jadi kami masih membicarakan apa yang langkah terbaik," tuturnya. 

Kepala Kejaksaan Negeri Depok Yudi Triyadi meluruskan pernyataannya yang akan melelang aset milik First Travel dalam kasus penipuan jemaah umrah oleh terpidana Andika dan Anniesa. Yudi mengklaim, Kejari Depok belum akan melelang aset tersebut karena masih ada proses hukum lanjutan terkait putusan aset First Travel menjadi sitaan negara. "Terkait barang buktinya, sebenarnya sedikit terpotong apa yang saya jelaskan. Ada bahasa saya saat itu soal barang bukti. Kami akan menunda eksekusi tersebut," kata Yudi saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2019).

Pernyataan ini disampaikan Yudi setelah Jaksa Agung menegur dirinya seusai acara pelantikan Jaksa Agung Muda di Kejaksaan Agung , Jakarta Selatan, Senin. "Enggak (akan dilelang) apalagi nanti saya tunggu petunjuk pimpinan," tegasnya.

Selanjutnya, kata Yudi, kejaksaan akan mengupayakan jalur hukum agar aset tersebut kembali ke jemaah yang menjadi korban penipuan, bukan menjadi milik negara sesuai tuntutan awal jaksa penuntut umum. "Ya sesuai dengan tuntutan kami. Harapan kami sesuai dengan isi tuntutan. Kami berharap barang bukti dikembalikan kepada Jemaah First Travewl melalui paguyuban untuk dibagikan secara merata dan profesional, itu tuntutannya," kata Yudi.

Pengadilan memutuskan aset First Travel menjadi sitaan negara. Namun, putusan itu membuat korban kecewa dan mengajukan kasasi agar aset tersebut menjadi sitaan umum dan dikembalikan kepada korban. Upaya kasasi tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat