unescoworldheritagesites.com

Prof Gayus: Sepanjang PAD Surplus Kartu Sehat Kota Bekasi Tidak  Menyalahi Aturan - News

mantan Hakim MA Gayus Lumbuun.

JAKARTA: Kebijakan Pemerintah Kota Bekasi menerbitkan Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) tanpa dibebankan iuran (secara gratis) dinilai tidak menyalahi aturan sepanjang tujuannya untuk membantu meringankan rakyat kategori miskin untuk lebih memudakan akses dibidang kesehatan meskipun sudah ada progam nasional BPJS.

“Itu tidak melanggar apabila sumbernya dari APBD, ukuran adalah pendapatan asli daerah (PAD). Di daerah yang surplus tidak ada masalah ada kebijakan untuk kesehatan rakyatnya karena mengacu pada PAD,” kata Pakar Hukum Pidana Prof.Gayus Lumbuun dalam perbincangan dengan Suarakarya di Jakarta, Senin (16/12/2019) malam.

Menurut Gayus, Pemerintah Daerah yang mengambil kebijakan program kesejahteraan rakyat atas alasan membantu meringankan beban rakyat di daerah tersebut boleh dilakukan meskipun program yang sama sudah ada secara nasional BPJS. Kebijakan seperti itu secara hukum tidak menyalahi peraturan karena tidak memberatkan anggaran daerah tersebut seperti dilakukan Pemkota Bekasi, Jawa Barat.

“Langkah itu membantu rakyat setempat dari sisi pengeluarannya (tidak lagi mengalokasikan untuk kesehatan keluarga mereka),” tandas mantan Hakim Agung ini.

Saat ini bergulir polemik kartu sehat daerah yang dimunculkan ketika pilkada, padahal  sudah ada BPJS. Pemkot Bekasi yang mengeluarkan kebijakan itu dinilai tumpang tindih dengan kebijakan pemerintah pusat.

Oleh karenanya, Pemkot Bekasi diminta untuk mengintegrasikan dengan program dari pusat yakni BPJS. Atas keputusan itu, Pemkot Bekasi mengajukan judicial review  untuk menggugat pemerintah terkait dihentikannya program KS.

Gayus menjelaskan, ada dua langkah kebijakan yakni , BPJS sebagai fasilitas yang diberikan oleh negara secara nasional, dan kebijakan daerah yang mengacu pada kekuatan aggaran daerah. Sebaliknya bagi daerah yang terbilang minus atau anggarannya tidak mencukupi maka tidak bisa dilukakan kebijakan serupa.

“Acuannya tetap PAD, kalau kesejahteraan di daerah itu sudah surplus sebagaimana tergambar dari PAD, menunjukkan pendapatan daerah mencukupi. Tpi, jangan dipaksakan bagi daerah yang minus karena akan mengurangi kekuatan pengelolaan daerah. Jadi, harusnya dari pengelolaan daerah masih lebih anggarannya,” tegas Gayus.

Hal sama bisa dilakukan pemerintah daerah, termasuk bagi daerah minim dari segi anggaran jika mengambil kebijakan untuk pembangunan fisik yang dipandang dibutuhkan oleh daerah tersebut dalam pelaksanaan program nasional. Namun, langkah itu dilakukan melalui musyarawah pimpinan daerah atau muspida.

 “Di daerah itu unsur pimpinan daerah (di luar DPRD) yang disebut muspida. Jadi harus dibahas di situ (muspida) dulu. Dimusyarawahkan, kalau satu unsur memerlukan akan dimusyawarahkan. Itu sering dilakukan termasuk di dalamnya kehakminan. Kalau misalnya tidak ada rumahnya, Pemda bisa membantu dengan alasan keputusan muspida. Tidak bisa kepala darah saja bersama DPRD, tapi juga harus ada di luar itu,” jelas Gayus.

Sebelumnya, Anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Pusat La Tunreng mengungkapkan, bahwa negara sudah hadir dalam melindungi rakyatnya dengan Jaminan Kesehatan Nasional melalui Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).  Oleh karena itu, kepala daerah diminta tidak melakukan manuver dengan mengeluarkan kebijakan diluar dari aturan regulasi tertinggi.

“Suka atau tidak suka, negara sudah hadir. Jangan kehadiran (JKN KIS) ini kita abaikan,” kata Latunreng kepada wartawan, belum lama ini.

Hal tersebut dikatakan La Tunreng menanggapi keberadaan Kartu Sehat  (KS) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang merupakan  produk kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

La Tunreng menegaskan, BPJS berdiri diatas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Negara hadir dalam rangka menyelesaikan persoalan kesehatan. Lahir lah UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat