unescoworldheritagesites.com

Dinilai Kekang Jurnalis, Ketua MA Perintahkan Cabut SEMA - News

MA

JAKARTA: Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan yang dinilai mengekang jurnalis akhirnya hanya berusia beberapa hari saja. Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali memerintahkan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA, Prim Haryadi, mencabut SEMA tersebut.

“Pak Ketua MA sudah memerintahkan cabut,” kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro di Jakarta, Jumat (29/2/2020). Dasar pencabutan SEMA yang di dalamnya mengatur mengenai Izin Ketua Pengadilan Negeri untuk pengambilan foto, rekam suara, dan rekaman TV sudah diatur dalam PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. "Konkritnya hal itu sudah diatur di KUHAP,” ujarnya.

Dalam SEMA disebutkan latar belakangnya karena kurang tertibnya penegakan aturan persidangan di pengadilan negeri yang telah ditentukan dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan; adanya tindakan di ruang sidang yang mengganggu jalannya persidangan; dan menjaga marwah pengadilan sehingga dibutuhkan aturan mengantisipasi hal-hal tersebut.

Maksud SEMA agar adanya persamaan pemahaman, khususnya bagi aparat pengadilan dan para pencari keadilan dalam mengikuti proses persidangan di ruang sidang agar terlaksana persidangan yang efektif, aman, tertib, dan bermartabat. Tidak hanya aturan mengenai pengambilan foto, rekaman suara, dan foto di persidangan, tetapi juga aturan lainnya dalam tata tertib menghadiri persidangan, diantaranya larangan membawa senjata api, senjata tajam.

Tidak itu saja, juga larangan membawa bahan peledak atau alat atau benda yang dapat membahayakan keamanan sidang; larangan merokok, makan, minum, membaca koran, berbicara satu sama lain atau melakukan tindakan yang dapat menganggu jalannya persidangan; larangan mengaktifkan telepon seluler dalam ruang sidang selama persidangan berlangsung; larangan membuat kegaduhan; larangan menempelkan pengumuman/spanduk/tulisan atau bentuk apapun di lingkungan pengadilan; semua orang hadir harus mengenakan pakaian yang sopan dan sepantasnya serta menggunakan sepatu. "Serta untuk menjaga marwah pengadilan sehingga dibutuhkan suatu aturan untuk mengantisipasi hal-hal tersebut,” tulis MA dalam latar belakang SEMA.

“Ternyata setelah diteliti hal itu sudah diatur, karenanya SEMA diperintahkan untuk mencabut,” kata Andi, yang selama ini dikenal dekat dengan kalangan jurnalis tersebut.

Masih terkait kinerja MA, Hatta Ali yang akan memasuki purnabhakti memaparkan produktivitas memutus perkara tahun 2019. Dalam kurun waktu itu, MA mencatatkan rekor baru dengan jumlah perkara yang diputus sebanyak 20.058 perkara atau sebesar 98,93 persen. Jumlah ini terbanyak sepanjang sejarah MA. Sisa tunggakan perkara di MA juga terus menurun dari puluhan ribu menjadi 217 perkara pada tahun 2019. Ini jumlah sisa perkara terendah dalam sejarah MA,” kata Hatta Ali.

Hatta menuturkan MA telah mengambil peran dalam mengurangi berbagai hambatan dari prosedur hukum terkait kemudahan berusaha demi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. “Kontribusi MA juga menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,” kata Hatta Ali.

Melalui beberapa kebijakan, MA berupaya mendorong kemudahan berupaya demi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Misalnya, melalui penerapan mekanisme gugatan sederhana di pengadilan; mendorong proses mediasi di pengadilan; penanganan sengketa pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang berkeadilan.  Mekanisme gugatan sederhana sudah diterapkan sejak tahun 2015 ini menunjukkan tren peningkatan manfaat dalam perkara perdata dan ekonomi Syariah. Dia menyebut pada tahun 2019, jumlah perkara gugatan sederhana mencapai 8.460 perkara atau meningkat 33,65 persen dari tahun 2018 yang hanya 6.469 perkara.

Untuk merespon tren ini, kata Hatta, MA menaikkan nilai objek gugatan material dari Rp200.000.000 menjadi Rp500.000.000 sebagaimana tertuang dalam Perma No. 4 Tahun 2019 yang mengubah Perma No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

Pada tahun 2019, kata Hatta Ali, e-cout telah digunakan untuk menangani 47.244 perkara terkait sengketa perdata, perdata agama dan tata usaha negara. Kebijakan e-litigation telah berjalan dengan baik mendorong tingginya partisipasi pengguna lain (non-advokat) yang tercatat 22.641 pengguna, terdiri atas 21.431 pengguna perorangan, 172 pengguna Lembaga Pemerintahan, 972 pengguna badan hukum, dan 111 Pengguna dalam kapasitas sebagai kuasa insidentil. “E-court dan E-litigation juga telah diadaptasi pada kebijakan-kebijakan terkait hukum acara di antaranya Perma No. 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha,” tuturnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat