unescoworldheritagesites.com

Cegah PHK di  Industri Padat Karya, Pemerintah Terbitkan Permenaker Nomor 5/2023  - News

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri (tengah).

 
 
: Cegah pemutusan hubungan kerja (PHK) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian waktu kerja dan Pengupahan pada perusahaan Industri Padat Karya tertentu Berorientasi Ekspor, yang terdampak perubahan ekonomi global. 
 
Aturan ini dimaksudkan untuk mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri padat karya berbasis ekspor, di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. 
 
“Permenaker ini bertujuan untuk memberikan pelindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja pekerja/buruh, tidak ter PHK, serta menjaga kelangsungan usaha Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor. Dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar,” ungkap Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri, lewat Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Jumat (17/3/2023). 
 
 
Dirjen Putri menjelaskan, kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor tersebut adalah memiliki pekerja/ buruh sedikitnya 200 orang; persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen; serta bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa. 
 
Sedangkan, cakupan perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor adalah industri tekstil dan pakaian jadi; industri alas kaki; industri kulit dan barang kulit; industri furnitur; serta industri mainan anak. 
 
“Agar tidak terjadi dampak yang tidak kita inginkan seperti PHK, maka industri padat karya sesuai kriteria-kriteria itu dapat melakukan pembatasan kegiatan usaha dengan menyesuaikan waktu kerja dan pembayaran upah,” terangnya.
 
 
Dia menjelaskan, perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian waktu kerja. Yakni waktu kerja dapat kurang dari 7 jam per hari dan 40 jam per minggu untuk waktu kerja 6 hari kerja dalam seminggu. 
 
Sedangkan untuk waktu kerja 5 hari dalam seminggu, maka waktu kerja dapat kurang dari 8 jam per hari dan 40 jam per minggu. 
 
Pengurangan waktu kerja itu, lanjut dia, tidak dapat diperhitungkan sebagai kekurangan untuk waktu kerja. Yang akan diterapkan setelah berakhirnya penyesuaian waktu kerja. 
 
 
“Penyesuaian waktu bekerja itu, hanya berlaku 6 bulan sejak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 berlaku, serta harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh,” jelasnya. 
 
Sementara terkait penyesuaian upah, Dirjen Putri menjelaskan bahwa ketentuan Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75 persen dari Upah yang biasa diterima. 
 
Penyesuaian upah itu hanya berlaku selama 6 bulan sejak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 berlaku, serta harus dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengusaha dan pekerja/ buruh. 
 
 
“Pada dasarnya, Pemerintah menetapkan kebijakan penyesuaian upah ini dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional, serta untuk menjaga kelangsungan bekerja dan kelangsungan berusaha,” tuturnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat