unescoworldheritagesites.com

Keperilakuan Pancasila - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi, Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)


Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi 
: Peringatan Hari Lahir Pancasila (Harlah Pancasila) setiap 1 Juni  menjadikan tantangan bagi warga negara Indonesia untuk mencermati, meneladani dan mempraktekan semua penjabaran dari nilai-nilai Pancasila. Artinya, Pancasila bukan sekedar 5 sila tapi yang lebih penting adalah bagaimana penjabaran dari nilai-nilai Pancasila dalam
dipraktekan dalam kehidupan keseharian, termasuk tentunya berperilaku.
 
Terkait ini, Surat Edaran Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) No 2 tahun 2024 tentang Pedoman Peringatan Hari Lahir Pancasila 2024 menetapkan tema peringatannya yaitu: "Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas Tahun 2045".

Peluang

Esensi dari tema itu secara tidak langsung menegaskan bahwa menuju Indonesia Emas 2045 tidak cuma sekedar slogan semata tapi yang terpenting yaitu bagaimana target itu bisa tercapai dan terealisasi. Diakui bahwa pencapaian itu memang tidak mudah sebab di satu sisi ada peluang dan tantangan, terutama aspek globalisasi dan era digitalisasi yang cenderung semakin kompleks. Di sisi lain, jaminan tentang iklim sospol juga tidak bisa diabaikan, terutama pasca pilpres yang tentunya masih menyisakan kesedihan dan juga kesedihan sehingga ada yang harus bergabung dalam kubu koalisi meski ada juga yang harus berada dalam kubu oposisi.
 
Baca Juga: Polemik Outing Class

Keperilakuan yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila sejatinya bukan hanya ditujukan kepada masyarakat sebagai warga negara, tapi ini juga menyasar kepada semua pejabat baik di pusat maupun di daerah. Bahkan, esensinya tidak ada pengecualian bagi semua warga negara Indonesia untuk meneladani nilai-nilai luhur Pancasila yang telah teruji
kesaktiannya terutama pasca G30S PKI tahun 1965 silam.
 
Artinya, jika benar adanya di setiap kehidupan semua warga negara mampu meneladani dan mempraktekan nilai dari Pancasila maka bisa dipastikan akan terjadi harmoni dalam jalinan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Implikasinya tidak terjadi kesenjangan dan program - proyek pembangunan bisa berjalan dengan selaras dan serasi. Sejatinya harapan terhadap target ini sudah dibangun dan dikembangkan melalui penerapan otda.
 
Baca Juga: Sekali Lagi tentang Maduramart

Ironisnya, otda justru semakin menyuburkan dinasti politik dan politik dinasti. Padahal, pasca reformasi 1998 silam juga bertujuan untuk memberantas dan setidaknya mampu meminimalisasi kehadiran dinasti politik dan politik dinasti. Kekhawatiran tumbuhnya dinasti politik dan politik dinasti yaitu ancaman semakin maraknya korupsi. Terkait ini, beralasan jika muncul cibiran dinasti pangkal korupsi. Betapa tidak, sejak era otda ada ternyata kasus korupsi juga semakin meningkat, bukan hanya terjadi di pusat tapi justru semakin marak juga terjadi di daerah.
 
Ironisnya, kasus-kasus korupsi tidak lagi terjadi secara individual tapi juga semakin banyak yang dilakukan secara berjamaah. Selain itu muncul juga sejumlah kata sandi yang menyertai terkuaknya sejumlah kasus korupsi.  Bahkan, sejumlah mega proyek juga
menjadi target korupsi berjamaah. Ketika kasus di Hambalang terkuak maka bukan tidak mungkin pembangunan IKN juga akan menyeret sejumlah kasus korupsi, tinggal menunggu waktu saja.

Susah

Urgensi keperilakuan Pancasila juga seolah semakin susah dipraktekan para pejabat di republik ini. Paling tidak, sejumlah regulasi juga semakin tidak ramah dan peduli untuk rakyat. Terkait ini, salah satu yang baru kontroversi yaitu Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Bahkan, mantan Menkopolhukam, Mahfud MD menegaskan bahwa potongan 3%
untuk Tapera dinilai membebani buruh sementara peruntukannya juga kurang jelas.
 
Baca Juga: Asa Bola Dunia
 
Selain itu, program makan siang gratis yang kemarin menjadi jargon kampanye paslon tertentu sepertinya juga memicu kontroversi terkait anggaran dan realisasinya. Fakta ini seolah menjadi pembenar bahwa keperilakuan Pancasila masih belum terealisasi dan hal ini tentu menjadi tantangan untuk menghayati nilai-nilai luhur Pancasila. ***
 
* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat