unescoworldheritagesites.com

Pemekaran Vs Kemandirian - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)


Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi 

: Berdasar Keppres RI No 11 Tahun 1996 bahwa tanggal 25 April  ditetapkan sebagai Hari Otonomi Daerah dan HUT ke 27 pada tahun 2023 ini “Otonomi
Daerah Maju, Indonesia Unggul”. Urgensi tema ini bahwa otda adalah pengakuan pusat terhadap kemandirian daerah guna mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan daya saing melalui pemberdayaan masyarakat dan Pemerintah Daerah, dalam mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Fakta tema ini ironi era otda yaitu maraknya pemekaran dan korupsi kepala daerah. Jadi, beralasan pemerintah mengevaluasi perkembangan kondisi daerah otonomi baru dengan mengacu 3 aspek: pengelolaan keuangan, kinerja aparatur dan juga pengelolaan aset daerah. Prinsip evaluasi menegaskan jika pasca 3 tahun daerah otonomi baru ternyata tidak berkembang dan justru membebani pemerintah pusat maka akan dikembalikan ke daerah induk oleh pemerintah. Hasil evaluasi ternyata 78% gagal berkembang. Artinya, evaluasi terkait otda penting dan ini menjadi tantangan era otda kedepannya.

Pasca 27 tahun era otda ternyata masih jauh dari harapan terutama menyangkut orientasi terhadap peningkatan kesejahteraan. Ironisnya otda kini justru kian diwarnai dengan ego pemekaran. Moratorium pemekaran hanya bersifat sesaat dan orientasi politik ternyata lebih
dominan terhadap nafsu pemekaran itu sendiri sehingga pemerintah tidak mampu menolak pemekaran. Terkait ini, Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Forkonas PP DOB) mendesak pemerintah membuka moratorium pemekaran daerah secara bertahap.

Baca Juga: Bangkit & Tumbuh

Salah satu langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penataan Daerah sebagai amanat Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Data menunjukan sampai saat ini ada 325 usulan pembentukan daerah otonomi baru masuk ke Kemendagri terdiri dari 55 usulan provinsi baru, 233
usulan kabupaten baru, dan 37 usulan kota baru.

Persoalan tentang otda sebenarnya tidak hanya pemekaran, tetapi juga orientasi terhadap kemandirian pendanaan dan anggaran. Terkait hal ini, hasil survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah - KPPOD menegaskan bahwa 91 persen atau 446 daerah kabupaten/kota tidak mandiri karena pendapatan asli daerah masih kurang dari 20 persen dari total pengeluaran APBD. Padahal, merujuk standar internasional bahwa batas untuk menyebut kemandirian adalah 20 persen.

Artinya, ini menjadi tantangan perjalanan era otda kedepannya agar ego pemekaran
tidak hanya mengacu kepentingan politis tapi juga orientasi terhadap peningkatan kesejahteraan karena esensi dari semangat otda sejatinya yaitu bagaimana daerah mampu membangun kesejahteraannya secara mandiri. Imbasnya adalah mereduksi kemiskinan dan peningkatan taraf hidup di semua daerah.

Baca Juga: Emansipasi & Racun Dunia

Yang juga menarik dicermati ternyata masih banyak daerah yang memiliki kemampuan rendah terhadap anggarannya karena hanya 10 persen terhadap total pengeluaran APBD yaitu 381 daerah. Jadi dari 490 daerah ternyata 78% masih memiliki kemampuan sangat rendah terhadap kemandirian anggaran. Fakta ini yang menjadi alasan terkait penerbitan beragam perda siluman sehingga terjadi konflik antara kepentingan menambah PAD dan peraturan diatasnya. Di satu sisi, maraknya perda ganda disesalkan dunia usaha karena membebani sehingga beralasan jika kemudian pemerintah membatalkan sejumlah perda di daerah sementara di sisi lain daerah dipaksa memacu PAD. Padahal salah satu sumber utama pemasukan bagi PAD adalah perolehan pajak melalui perda.

Fakta lain kegagalan era otda sejak 27 tahun dilakukan yaitu masih tingginya arus mudik dan balik setiap tahunnya. Padahal, harapan era otda adalah memacu geliat ekonomi di daerah sehingga mereduksi migrasi dan mampu menumbuhkembangkan ekonomi daerah yang berdaya saing dengan mengacu kearifan lokal. Oleh karena itu, fakta masih tinggi  arus
mudik dan balik harus menjadi perhatian serius untuk memetakan potensi ekonomi di daerah sehingga mampu tumbuh, bangkit dan berkembang yang berdampak sistemik bagi ekonomi di daerah yang berlanjut ke pusat dan juga global. ***

* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat