unescoworldheritagesites.com

Perang Dunia Maya (Cyber War) - News

Laksamana Sukardi (Ist)

Oleh: Laksamana Sukardi

 

: Teknologi, merupakan faktor dominan dalam perang modern yang berlangsung di Ukraina. Tidak hanya teknologi militer tetapi juga teknologi sistim keuangan yang dipakai oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Yaitu teknologi sistim kliring dan transaksi keuangan global atau yang dinamakan SWIFT (Society Worlwide Interbank Financial Telecomunication) yang ternyata cukup ampuh mematikan ekonomi Rusia ketika Rusia diblokir dari SWIFT.

Kalau dalam perang tradisional, kita mengenal Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, maka dalam perang modern kita mengenal cyber force atau kekuatan dunia maya yang didominasi oleh penguasaan teknologi. Dapat dibayangkan, pada era digital, semua teknolgi berbasis internet. Seperti telekomunikasi dan peralatan perang, pabrik pembuatan senjata, media propaganda semuanya berbasis internet atau yang dikenal dengan IoT (Internet of Things).

Semua kegiatan manufaktur modern yang menggunakan robot dan instalasi infrastruktur public seperti Pusat Tenaga Listrik (power plant), stasiun penyiaran, jaringan listrik, pelabuhan dan lapangan udara (air traffic control) semuanya menggunakan teknologi berbasis internet (IoT).

Oleh karena itu, keberadaan angkatan cyber (cyber force) dalam perang modern merupakan sebuah kenistaan. Negara yang menguasai teknologi cyber dan mampu melakukan penetrasi/infiltrasi kedalam system cyber lawan maka akan banyak mendapatkan keuntungan.

Ternyata, beberapa tahun sebelum mekakukan invasi ke Ukraina, Rusia telah melakukan serangan cyber (cyber attack) terhadap Ukraina. Pada tahun 2015 dan 2016 para peretas (hackers) Rusia telah berhasil mematikan pusat listrik di Ukraina bagian Barat dan pada tahun 2017 mereka telah menggunakan malware (program computer para hacker) untuk mengganggu operasi air traffic control di lapangan udara, jaringan kereta api dan operasi perbankan di Ukraina. Demikian juga pada minggu sebelum penyerangan oleh Rusia, telah terjadi pemutusan jaringan internet di Kharkiv dan beberapa kota di Ukrania.

Cyber Attack

Peperangan yang akan datang tampak akan terjadi dalam bentuk peperangan cyber (cyber war), karena setiap jaringan computer yang digunakan pada fasilitas publik dapat diganggu dan diserang oleh hackers. Apalagi pada zaman modern seperti sekarang, semua fasilitas umum menggunakan computer yang dapat menjadi target cyber attack.

Tujuan dari cyber attack semakin luas, yaitu mengganggu dan bahkan mematikan fungsi sistem keuangan/perbankan, instalasi militer, distribusi air/bahan bakar dan lain lain yang sangat penting bagi ekonomi suatu negara.

Rusia memiliki sebuah unit Cyber Force yang disebut GRU. Unit ini telah menjalankan berbagai missi penyerangan (cyber attack) terhadap sistim electronic mail para politisi di Amerika,meretas jaringan computer parlemen Jerman dan mencoba meretas jaringan kampanye Emmanuel Macron (Presiden Perancis) di tahun 2017.

Sejak dikenakannya sanksi oleh Amerika, Rusia mulai melakukan penyerangan cyber terhadap Amerika yang bertujuan untuk membuat sistem perbankan di Amerika menjadi terganggu dan tidak berfungsi. Menurut New York Post, Presiden Biden bekerja sama dengan perbankan besar di Amerika untuk mempersiapkan diri dari cyber attack yang dilakukan Rusia. Bank bank besar seperti JP Morgan, Citigroup, Bank of America, Goldman Sachs telah mengalami serangan bertubi-tubi yang dapat mengganggu operasi dan keamanan data perbankan mereka. Asal usul peretas yang dapat diindetifikasi pada umumnya berasal dari negara Iran, China dan Rusia. Eksekutif dari bank-bank tersebut menyatakan bahwa mereka telah mengeluarkan dana milyaran dolar Amerika untuk tindakan pengamanan dari cyber attacks.

Tidak hanya Iran, Rusia dan China, ternyata Korea Utara sejak terkena sanksi ekonomi telah melakukan peningkatan cyber attack dengan mengembangkan virus computer atau yang disebut ransomware. Namun apa yang dilakukan oleh Korea Utara dalam laporan Nikei Asia adalah untuk mendapatkan uang tunai sebagai uang tebusan (ransom).

Pada umumnya yang diserang adalah perusahaan perusahaan besar multinasional. Melalui ransomware, mereka mengambil data-data penting perusahaan. Data tersebut kemudian di acak (encrypted) sehingga tidak dapat dibaca. Penyerang yang menggunakan ransomware ini meminta uang tebusan untuk dapat mengembalikan data tersebut kedalam bentuk/format semula.

Yang menjadi korban penyerangan ransomware Korea Utara pada umumnya perusahaan perusahaan dari Korea Selatan. Pada tahun 2020 saja jumlah yang berhasil diperoleh dari ransomware tersebut sebesar 2 triliun Won (mata uang Korea Selatan) atau sbesar US$1.8 milyar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat