unescoworldheritagesites.com

KUHP Baru Bakal Berlaku, FH Universitas Katolik Parahyangan-APHA Indonesia Gelar Seminar Nasional - News

Seminar nasional pasca KUHP Baru diberlakukan.

 
: KUHP Baru bakal berlaku, awali tahun 2024, Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung  dan Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia akan menggelar Seminar Nasional 2024.
 
Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung  dan APHA Indonesia menyelenggarakan seminar
bertemakan 'Dinanika Peradilan Adat di Indonesia Pasca Berlakunya KUHP Baru'.
 
Seminar yang digelar Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung  dan APHA Indonesia ini mengupas pandangan para ahli dalam bidangnya, berkaitan keberadaan peradilan adat sehubungan dengan diberlakukannya KUHP baru di Indonesia. 
 
 
Yang kemudian juga memberikan masukan kepada pemerintah, terkait dengan peraturan pelaksana ketentuan peradilan adat. Guna memberikan kepastian hukum bagi masyarakat serta mencegah terjadinya konflik, terkait pemberlakuan ketentuan tersebut. 
 
Pada kesempatan ini, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) 
Prof Dr Topo Santoso SH MH,  di Jakartta, Sabtu (17/2/2024) menerangkan, KUHP Baru memberikan ruang bagi pidana adat.
 
Sebagai  bentuk  pengakuan  dan  penghormatan  terhadap  hukum adat (delik adat), yang  masih  hidup dalam masyarakat. Hukum  adat  berlaku di  tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini (KUHP) dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD  NRI Tahun 1945,  HAM, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.
 
 
Dia juga menegaskan, Hukum  adat yang berlaku  didasarkan  pada penelitian empiris dan akan ditegaskan dalam Peraturan Daerah dan tata cara, serta kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah
 
Sementara pada seminar itu, akan menjadi narasumber yaitu Guru Besar FHUI Prof Dr Topo Santoso SH MH PhD, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Singgih Budi Prakoso SH MH, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Prof Dr DrRr Catharina Dewi Wulansari, PhD SH, MH SE MM, serta Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof Dr Anak Agung Istri Ari Atu Dewi SH MH. 
 
Seminar ini dimoderatori oleh Dr Rina Yulianti SH MH dari Guru Besar Faakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura. 
 
 
Dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 mendatang, akhirnya mengakui hukum adat secara tegas dengan menyatakan dalam Pasal 2, hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam UU, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum yang diakui manusia beradab.
 
Kemudian ditegaskan pula dalam Pasal 59, setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana berupa pemenuhan kewajiban adat setempat. 
 
Di bagian lain, Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Singgih Budi Prakoso SH MH mengatakan, pada hakekatnya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, telah mengakomodir eksistensi pidana adat. 
 
 
Hukum yang hidup dalam Masyarakat (Living law) dapat menentukan bahwa seseorang patut dipidana itu, walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam UU. No.1 Tahun 2023 tentang KUHP.
 
Sebagai Hakim Pengadilan Tinggi, Singgih Budi Prakos mengakui, putusan pidana adat mempunyai kekuatan magis, daya efek jera dan rasa malu yang kuat. Sehingga, mempunyai kekuatan recovery yang lebih dahsyat untuk tidak mengulangi lagi. 
 
Dikatakannya, putusan Pidana Adat  juga efektif, karena tidak ada banding dan bersifat mengikat, proses persidangan relative singkat, sederhana dan tentunya berefek pada biaya ringan. 
 
 
Sementara, dalam kekuatan putusan, Putusan adat mempunyai kekuatan yang dahsyat, efektif untuk Kembali pada keadaan semula, sekaligus dapat memutus rasa dendam, menghilangkan rasa jengkel Masyarakat. Sehingga, kondisi Masyarakat serasa nyaman, tentram, damai.
 
Sementata itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof Dr Anak Agung Istri Ari Atu Dewi SH MH mengatakan, apabila hukum yang  hidup dalam masyarakat diatur dalam PERDA secara rinci, maka karakteristik dan kemurniannya akan hilang. 
 
Karena itu, diperlukan pendekatan untuk menghormati dan melindungi hukum adat. Untuk tetap hidup dan berkembang dengan norma hukumnya sendiri serta sejalan dengan filosofi bangsa dan negara. 
 
Lebih lanjut ditegaskannya, konsep living law menekankan pada fleksibelitas dan adaptasi hukum. Apabila terlalu banyak perubahan dan interpretasi yang terjadi, maka akan timbul ketidakpastian hukum dan akibatnya Masyarakat akan sulit memahami dan mematuhi hukum. 
 
Dalam penerapan living law, penegakan hukum bisa menjadi sulit, karena adanya interpretasi yang bervariasi terhadap hukum yang ada. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian dalam penegakan hukum dan ketidakadilan dalam sistem peradilan. 
 
Guru Besar fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Prof Dr Dr Rr. Catharina Dewi Wulansari PhD SH MH SE MM mengatakan, substansi Hukum Adat diatur dalam Perda, apabila Pemerintah Daerah tidak mau mengatur maka Hukum Adat sulit untuk diterapkan. 
 
Selain itu, Formulasi Hukum Adat yang dilakukan oleh hakim belum tentu sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat adat. Akibatnya sulit untuk dapat terwujudnya penguatan hukum adat yang ideal, dalam upaya penyelesaian Perkara Adat. 
 
Pada kegiatan ini juga APHA mengukuhkan kepengurusan periode tahun 2023 – 2028. Pada periode ini kembali Prof. Dr Laksanto Utomo SH MHum menjadi ketua APHA,  didampingi Dr Rina Yulianti sebagai Sekjen dan Dr Ummu Salamah SAg MH sebagai wakil Sekjen.***
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat