unescoworldheritagesites.com

Nama Hasto Kristiyanto Disebut Dalam Kasus Suap PAW DPR - News

Hasto Kristiyanto

JAKARTA: Kendati sampai saat ini statusnya hanya sebagai saksi, nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tetap saja terdapat dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) DPR Harun Masiku dan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Dalam surat dakwaan JPU bahkan disebut Hasto memerintahkan kuasa hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan terkait PAW Harun Masiku ke KPU RI. Jaksa KPK mengungkapkan hal itu dalam surat dakwaannya terhadap Saeful Bahri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/4/2020).

Jaksa menyebutkan kasus suap PAW ini bermula dari DPP PDIP memberitahu kepada KPU RI bahwa Caleg DPR PDIP dapil 1 Sumatera Selatan atas nama Nazarudin Kiemas telah meninggal dunia pada 26 Maret 2019. “Lantas pada tanggal 11 April 2019 berdasarkan Surat Nomor: 2334/EXDPP/IV/2019, DPP PDIP memberitahukan kepada KPU RI bahwa H Nazarudin Kiemas yang merupakan calon anggota Legislatif DPR RI dari PDIP Dapil Sumsel I yang meliputi Palembang, Lubuklinggau, Banyuasin, Musi Rawas serta Musi Rawas Utara telah meninggal dunia pada Selasa tanggal 26 Maret 2019," demikian jaksa KPK dalam surat dakwaannya.

KPU meresponnya dengan mengeluarkan Keputusan KPU RI Nomor 896/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IV/2019 tentang perubahan keenam atas keputusan Komisi Pemilhan Umum Nomor 1129/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Daftar Calon Tetap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pemilihan Umum Tahun 2019. Dalam keputusan KPU itu, nama Nazarudin Kiemas dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT), namun nama yang bersangkutan masih tetap tercantum dalam surat suara pemilu.

Jaksa KPK juga mengatakan, pada tanggal 21 Mei 2019, KPU RI melakukan rekapitulasi perolehan suara PDIP untuk Dapil Sumsel 1 dengan perolehan suara sebanyak 145.752 suara. Nama Nazarudin Kiemas memperoleh suara 0, Riezky Aprilia memperoleh suara 44.402 sedangkan Harun Masiku memperoleh suara 5.878. Kemudian PDIP menggelar rapat pleno memutuskan Harun Masiku sebagai caleg terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Keimas, yang meski sudah dicoret namun sebenarnya disebut memperoleh suara 34.276. "Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI," tutur  jaksa.

DPP PDIP kemudian mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI, yang pada pokoknya meminta suara Nazarudin Kiemas dialihkan ke Harun Masiku. Bahkan, Harun Masiku langsung menemui Ketua KPU Arief Budiman agar permohonan PDIP itu bisa diakomodir. Namun permohonan PDIP itu ditolak KPU. "Pada tanggal 26 Agustus 2019 KPU RI mengirimkan surat Nomor 1177/PY.01.1-SD/06/KPU/VIII/2019 perihal tindak lanjut putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 57P/HUM/2019 yang intinya menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tutur jaksa.

Akibat permohonan PDIP yang tidak diakomodir KPU, terjadilah perkara suap-menyuap yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Harun Masiku meminta kepada Saeful agar mengupayakan dirinya dapat menggantikan Riezky Aprilia. Kemudian Saeful menghubungi Agustiani Tio Fridelina agar Wahyu bisa mengupayakan permintaan Harun Masiku.

Saeful Bahri didakwa memberikan suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan senilai total 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta melalui Agustiani Tio. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan eks Caleg PDIP Harun Masiku. "Terdakwa telah memberikan uang secara bertahap sejumlah 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura  yang seluruhnya setara dengan jumlah Rp 600.000.000 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Uang tersebut diberikan dengan maksud agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) PDIP dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Dapil 1 Sumsel kepada Harun Masiku Dapil 1 Sumsel," papar jaksa.

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat