unescoworldheritagesites.com

KPK Minta MA Tolak PK Tanpa Novum Emir Moeis - News

KPK

JAKARTA: KPK meminta Mahkamah Agung (MA) menolak upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK) Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda, Izedrik Emir Moeis.

"KPK berharap majelis hakim PK di MA menolak permohonan  upaya hukum luar biasa tersebut," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri, Rabu (29/9/2021).  Emir Moeis adalah bekas terpidana perkara korupsi proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tarahan, Lampung.

Alasan KPK meminta MA agar menolak PK Emir, karena dari permohonan yang diterima KPK, dalam permohonan PK tersebut tidak ada hal baru atau novum. Melainkan hanya pengulangan dari pembelaannya saat sidang pada tingkat pertama.

Kendati demikian, KPK menyatakan kesiapannya menghadapi PK Emir Moeis yang sidang perdananya digelar hari ini (Rabu, 29/9/2021) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan agenda mendengar permohonan PK.

Emir yang baru diangkat menjadi Komisaris di anak perusahaan BUMN. Padahal,  dia ditetapkan sebagai tersangka karena menerima hadiah atau janji sebesar 357 ribu dolar AS dari Konsorsium Alstom Power Incorporated (Marubeni Corp., Alstom Power Inc, dan Alstom Power ESI).

Penerimaan hadiah atau janji tersebut terjadi saat Emir menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI tahun 2000-2003. Dalam perjalanan kasusnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Emir bersalah dan divonis pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis itu dijatuhkan pada 14 April 2014.

Majelis Hakim menilai bahwa Emir terbukti menerima uang dari Konsorsium Alstom Power Inc. (Marubeni Corp., Alstom Power Inc, dan Alstom Power ESI) melalui Pirooz Muhammad Sarafi selaku Presiden Pacific Resources Inc.

Penerimaan uang tersebut terjadi dengan cara membuat perjanjian kerjasama batubara antara Muhammad Sarafi dengan PT Artha Nusantara Utama (ANU) yang dimiliki oleh anak Emir.

Kasus tersebut bermula terjadi pada 28 Juni 2001 pada saat PT PLN mengumumkan prakualifikasi proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung yang dibiayai Japan Bank for International Cooperation dan Pemerintah Indonesia.

Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. Hukuman tersebut telah tuntas dijalani Emir.***
 

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat