unescoworldheritagesites.com

KPK Peringatkan Siapa Saja Penghalang Penyidikan Kasus Walikota Ambon - News

 

: Penyidik KPK tengah mendalami dugaan adanya pihak yang menghalangi penyidikan Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy (RL) oleh sebuah rumah sakit di Jakarta Barat, sehingga RL sempat mengklaim baru saja menjalani operasi kaki ketika dicap tak kooperatif oleh KPK.

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto mengatakan, RL sempat mengirim surat melalui kuasa hukumnya untuk meminta penundaan pemeriksaan sebagai tersangka karena sakit. Namun, ketika tim penyidik melakukan pengintaian, Wali Kota Ambon itu hanya cabut jahitan dan suntik antibiotik di RS tersebut.

“Penyidik KPK tengah mengusut dugaan adanya oknum dokter maupun pihak rumah sakit yang membantu RL mengeluarkan keterangan sakit sebagai alasan menunda pemeriksaan. Apabila tim dokter hanya membuat suatu alasan itu akan berbahaya bagi tim dokter tersebut. Tindakan itu bisa dikatakan sebagai perbuatan menghalang-halangi,” kata Karyoto, Jumat, (13/5/2022). Sebab, beberapa hari sebelum melakukan penjemputan ini, tim KPK juga sudah melakukan pengawasan ya, dan itu hanya cabut jahitan dan suntik antibiotik. Bahkan sempat jalan-jalan di mal. Artinya, dia dalam keadaan sehat," ucapnya.

KPK juga mengingatkan Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri agar kooperatif terhadap proses hukum kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail AlfaMidi tahun 2020 di Kota Ambon. "Berdasarkan dan sesuai ketentuan dan peraturan perundangan, KPK memerintahkan kepada saudara AR (Amri) untuk segera memenuhi kewajiban untuk hadir di dalam panggilan," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Sabtu (14/5/2022).

Firli mengingatkan kepada semua pihak agar tak mencoba menyembunyikan keberadaan Amri. Firli mengingatkan ancaman pidana dalam Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"Kami ingatkan jangan pernah ada pihak yang menyembunyikan keberadaan AR karena sesungguhnya menghambat, menghalangi proses penyidikan juga termasuk tindak pindana korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 21," kata Firli.

Pasal 21 UU Tipikor menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta."

Firli Bahuri menyebut Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy menerima suap untuk pembangunan 20 cabang Alfamidi di Kota Ambon.

Firli mengatakan, karyawan Alfamidi bernama Amri yang berpangkat Kepala Perwakilan Regional ini aktif berkomunikasi hingga bertemu dengan Richard agar proses perizinan Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Atas permintaan itu, Richard memerintahkan Kepala Dinas PUPR Pemkot Ambon memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya surat izin tempat usaha (SITU), dan surat izin usaha perdagangan (SIUP)

"Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, RL (Richard) meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp 25 juta menggunakan rekening bank milik AEH (Andrew Erin Hehasnussa) yang adalah orang kepercayaan RL," ujar Firli.

Penyidik KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan suap pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail atau minimarket tahun 2020 di Kota Ambon. Mereka adalah Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy (RL); Staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon, Andrew Erin Hehanusa (AEH); dan Karyawan Alfamidi, Amri (AR).

Tersangka AR dipersalahkan melanggar pasal 5 ayat 1 a atau pasal 5 ayat 1 huruf B atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Sedangkan tersangka RL dan AEH disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan atau pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat