unescoworldheritagesites.com

Bekas Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Segera Diadili - News

 

: Kasus dugaan korupsi Pemulihan Ekonomi Nasional dengan tersangka Mochamad Ardian Noervianto, eks Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) periode Juli 2020-November 2021 dan Laode M Syukur Akbar  akan segera digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat waktu dekat. Hal itu dipastikan setelah surat dakwaan terhadap tersangka sudah dirampungkan kemudian dilimpahkan ke pengadilan.

“Saat ini Pengadilan Tipikor  Jakarta sudah berkewenangan terkait status penahanan terdakwa tersebut setelah berkasnya di pengadilan,"  kata Plt Jubir KPK Ali Fikri, Jumat (10/6/2022).

Ali Fikri menyebutkan, Jaksa KPK Asril, telah selesai melimpahkan berkas perkara beserta surat dakwaan untuk Ardian dan Laode M Syukur Akbar ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (9/6/2022).

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK saat ini tinggal menunggu Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dimana Pengadilan Tipikor Jakarta menunjuk majelis hakim yang akan menangani kasus tersebut, yang kemudian majelis hakim bersangkutan membuat penetapan hari sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan.

Dalam berkas kasusnya, tersangka Ardian dan Laode Syukur didakwa dengan dakwaan pertama Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor  jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Atau dakwaan Kedua Pasal 11 Juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Meski begitu, KPK tetap mengajak masyarakat ikut mengawal proses persidangan. Alasannya, siapa tahu masyarakat punya informasi mengingat KPK masih akan mengembangkan lebih lanjut perkara ini sepanjang ditemukan fakta hukum dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara tersebut.

Tersangka Ardian resmi ditahan pada Rabu, 2 Februari 2022. Ardian bersama dua orang lainnya yakni Andi Merya Nur (AMN) selaku Bupati Kolaka Timur (Koltim) periode 2021-2026; dan Laode M Syukur Akbar (LMSA) selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna. Dalam kasus ini, Ardian memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman dana PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.  Ardian memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Pemda.

Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Kantor Kemendagri, Jakarta dan Andi Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung progres pengajuannya pada Mei 2021.
Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, Ardian diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu tiga persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.

Tidak itu saja, diduga ada persyaratan yang diminta oleh Ardian mengenai pemberian uang secara bertahap dimaksud. Yaitu, satu persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri; satu persen saat keluarnya penilaian awal dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu); dan satu persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur.

Atas permintaan uang itu, Andi Merya memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode yang juga diketahui oleh LM Rusdianto Emba.

Dari uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana Ardian menerima dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta, dan tersangka Laode menerima sebesar Rp 500 juta. Permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya akhirnya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Mendagri ke Menkeu. Namun bersamaan dengan itu dirugikan pula keuangan negara miliaran rupiah.***

 

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat