unescoworldheritagesites.com

Stop Perkawinan Anak, Stop Bullying, dan Stop KDRT, Menteri PPPA Ajak Masyarakat  Lindungi Perempuan dan Anak - News

Kampanye Stop Perkawinan Anak, Stop Bullying, serta Stop KDRT.

 
 
 
: Stop perkawinan anak, stop bullying, dan stop kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tiga seruan yang terdengar begitu semarak di area Car Free Day (CFD) Teluk Betung, Jakarta Pusat, Minggu (30/10/2022) merupakan, kampanye yang digaungkan  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). 
 
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga yang hadir pada kegiatan jalan sehat itu mengajak seluruh lapisan masyarakat. Untuk terus berpartisipasi dalam stop perkawinan anak, stop bullying, dan stop KDRT. 
 
Stop perkawinan anak, stop bullying, dan stop KDRT merupakan, upaya penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Termasuk praktik perkawinan anak, perundungan, dan KDRT.
 
 
“Kegiatan jalan sehat pagi hari ini merupakan salah satu langkah awal dalam menyosialisasikan dan mengampanyekan isu-isu kekerasan terhadap perempuan dan anak," tutur Menteri Bintang. 
 
Semua isu itu, ujarnya, masih terus terjadi di Indonesia. Dan, ini merupakan kelanjutan dari kegiatan kampanye yang sudah dilakukan beberapa minggu lalu. 
 
Dengan adanya sosialisasi ini, kata Menteri Bintang, masyarakat luas dapat memahami isu-isu yang melingkupi berbagai jenis kekerasan. Dan, mengetahui bagaimana cara pencegahannya dari hal-hal terkecil hingga proses pelaporan kekerasan yang dilihat ataupun dialami. 
 
 
Berkaca dari berbagai macam data dan survei yang ada, dapat dikatakan saat ini Indonesia berada pada kondisi darurat kekerasan. 
 
Dari hari ke hari muncul beragam laporan kekerasan di pelosok Indonesia. Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 mencatat terjadinya penurunan prevalensi kerasan terhadap perempuan dan anak. 
 
Sementata, kekerasan fisik dan/ atau seksual yang dilakukan pasangan dan selain pasangan selama hidupnya masih dialami oleh sekitar 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun. 
 
 
Sementara itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 juga mencatat adanya penurunan prevalensi. Di mana terlaporkan 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apapun sepanjang hidupnya.
 
Selain itu, perkawinan anak, KDRT, dan bullying pun masih banyak terjadi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat prevalensi perkawinan anak masih sangat tinggi, yaitu sebesar 9,23% pada 2021. Simfoni PPA pun melaporkan, sepanjang 2021, 73 persen perempuan korban kekerasan dan 48 persen anak korban kekerasan mengalami kekerasan di rumah tangga. 
 
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mendata sebanyak 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk bullying pada 2022.
 
Menteri PPPA menekankan, pentingnya masyarakat untuk melaporkan berbagai macam kasus kekerasan yang dialami maupun yang dilihat. 
 
 
Laporan sekecil apapun itu dapat membantu korban, pemerintah, dan pihak terkait lainnya. Untuk mencegah terjadinya kejadian berulang hingga menekan potensi-potensi kekerasan lainnya. 
 
Menteri PPPA menegaskan negara memiliki komitmen tinggi dan hadir di tengah masyarakat. Untuk melindungi dan menangani perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan.
 
“Perlu kami sampaikan, KemenPPPA memiliki layanan pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Yaitu Layanan Sahabat Perempuan dan Anak 129 (SAPA 129) yang dapat diakses dengan mudah melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129," terangnya. 
 
 
Siapapun dapat melaporkan berbagai macam kasus kekerasan. Khususnya, terhadap perempuan dan anak, baik yang dialami ataupun yang dilihat. 
 
Menteri PPPA menyampaikan Layanan SAPA 129 hadir untuk memberikan 6 (enam) standar pelayanan kepada korban ataupun keluarga korban, diantaranya pengaduan masyarakat, pengelolaan kasus, penjangkauan korban, pendampingan korban, mediasi, dan penempatan korban di rumah aman.***
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat