unescoworldheritagesites.com

Urgensi E-voting - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi, Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)


Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi 

: KPU sudah melaksanakan tugas dan mengumumkan hasil pesta  demokrasi. Di satu sisi, legalitas hasilnya masih dipertanyakan dan di sisi lain sengketa hasilnya menjadi titik merah pesta demokrasi karena dugaan kecurangan secara sistematis, terstruktur dan juga sistematis (TSM). Oleh karena itu, sengketa di MK dan hak angket di parlemen tentunya akan menjadi warna yang menyertai hasil pesta demokrasi yang penuh
carut marut. Hal ini menjadi argumen urgensi penerapan e-voting pada tahun 2029 mendatang.

Terkait kisruh pemilih ganda dan urgensi e-voting, pemerintah perlu mempertimbangkan realitas digitalisasi berdemokrasi. Hal ini tidak bisa mengabaikan kepentingan legalitas pemungutan suara secara elektronik sehingga menjadi muara e-voting. Digitalisasi lewat
pemungutan suara tidak bisa ditolak, terutama untuk mereduksi ragam kecurangan.
 
 
Hasil e-voting pilkades Boyolali tahun 2013, sukses pemilihan dengan e-voting lain nya, juga kisruh Sirekap dibalik carut marut pesta demokrasi 2024 ini perlu dicermati dan dengan penggunaan sistem berbasis android semuanya sangat dimungkinkan untuk mendukung
sukses e-voting karena adanya jaminan kemudahan, kecepatan dan kemanfaatan. Semua aspek ini selaras dengan teoritis Technology Acceptance Model (TAM) sebagai bagian dari sukses model adopsi teknologi, termasuk dalam penggunaan e-voting.

Kisruh Sirekap, e-voting dan kasus pemilih ganda seharusnya menjadi pelajaran sangat berharga terkait esensi pesta demokrasi. Hal ini seharusnya menjadi edukasi pada pesta demokrasi di semua level termasuk pilpres, juga untuk dapat meningkatkan kepercayaan sebagai komitmen luber jurdil. Muara pesta demokrasi yang luber jurdil harus dimulai dari E-KTP yang tidak memungkinkan pemilih fiktif.
 
 
Pelaksanaan pesta demokrasi yang bersih menjadi dambaan. Belajar kisruh Sirekap, DPT dan semua praktik culas di pesta demokrasi 2024, maka perlu adanya terobosan bagi KPU –  KPUD untuk membuat pesta demokrasi sebersih mungkin dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, termasuk e-voting untuk meminimalisasikan intrik kecurangan. E-voting adalah bagian inti pesta demokrasi dan mereduksi pemilih fiktif dimulai dengan data E-KTP.

Gagasan e-voting lebih didasarkan hasil penghitungan suara yang kian lamban dan fakta penggelembungan suara paslon tertentu, termasuk juga kontroversi quick count vs real count sehingga KPU – KPUD tidak perlu beralasan karena servernya. Selain itu, kisruh DPT baik yang menggelembung atau yang tidak terdaftar juga menjadi ide pentingnya e-voting melalui basis E-KTP, setidaknya untuk pesta demokrasi 5 tahun nanti di 2029 dan sejumlah pemilukada. Secara prinsip aplikasi e-voting butuh smart card dan perangkat e-voting. Fakta ini tidak terlepas dari mekanisme sistem informasi manajemen dan terkait sistem informasi kependudukan sebagai bentuk layanan administrasi (sifatnya nasional).
 
 
Merujuk sinergi itu, e-voting bisa diadopsi ke E-KTP sebagai identifikasi individu dan seharusnya tidak ada KTP ganda. Fakta ini merujuk pembuatan E-KTP yang melibatkan semua unsur terkecil di lingkup pemerintahan, yaitu mulai dari RT, RW, kelurahan dan  kecamatan. Hal ini tentu akan efektif jika RT sampai kecamatan melalui prosedur yang tepat sehingga setiap individu hanya ada satu KTP dan tidak dimungkinkan ada KTP ganda.

E-KTP seharusnya bisa multifungsi, tidak sekedar basis data kependudukan, tetapi juga bisa dimanfaatkan bagi pencontrengan saat e-voting sehingga meminimalkan biaya pesta demokrasi. Ketika E-KTP bersifat multifungsi melalui prosedur yang tepat, maka kisruh DPT-DPS dan penggelembungan suara dari Sirekap juga kisruh hasil quick count vs real count seperti lalu tidak akan ada. E-voting mudah karena laju perkembangan teknologi informasi memungkinkan e-voting.
 
 
Asumsi yang mendasari karena kini banyak aktivitas terkoneksi online sehingga tidak ada lagi alasan kendala ruang, waktu dan tempat. Hal lain yang mendukung e-voting yaitu penerapan e-government di era otda. Jadi, tidak ada alasan penundaan e-voting di semua pesta demokrasi. Setidaknya ini akan memperkecil potensi kecurangan. E-voting juga  mereduksi kebutuhan saksi sehingga hemat biaya dan juga risiko matinya sejumlah petugas KPPS yang mencapai puluhan orang.***
 
* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat