unescoworldheritagesites.com

Optimalisasi Kaum Muda - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi, Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)


Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi 

: Tantangan pasca pilpres menuju era global semakin pelik dan kaum muda tidak mampu mengelak dari persoalan era global. Ketersediaan informasi yang melimpah dan pilihan alternatif solusi yang komprehensif berpengaruh terhadap cara pandang kaum milenial sehingga mereka lebih berani mengambil resiko, termasuk investasi dan berkaitan juga dengan asuransi. Fakta pada keperilakuan kaum muda milenial dalam menabung justru mengacu kepentingan jangka pendek, terutama liburan fancy dan kurang berminat pada pilihan menabung jangka panjang, termasuk tentu investasi yang beresiko tinggi.
 
Selain itu, persepsian dan preferensi terhadap keperluan dana pensiun juga lemah. Padahal, ini sangat penting karena tidak selamanya akan bisa mendapatkan active income sementara kebutuhan terhadap passive income di masa depan sangat riil, terutama di masa pensiun sangatlah penting, apalagi dikaitkan dengan ancaman kesehatan yang semakin rentan. Artinya era masa depan yang penuh ketidakpastian cenderung dianggap tantangan bagi kaum muda milenial sehingga fakta keperilakuan konservatif dari generasi sebelumnya benar-benar tidak sejalan dengan persepsian dan preferensi kaum muda milenial.
 
Baca Juga: Iklim Solpol Pasca Pilpres

Keperilakuan generasi tradisional yang cenderung menabung melalui aset ternyata tidak selaras dengan yang dilakukan kaum muda milenial. Bahkan, mindset kaum muda juga berani melakukan pensiun dini dengan mengejar impian kerja paruh waktu - kerja lepas yang tidak terikat dengan ruang dan waktu sehingga eksistensi co-working space mulai
menjadi trend dalam 5 tahun terakhir. Artinya, kebijakan WFH saat pandemi hanyalah mode pengalihan dari ritme kerja kaum muda milenial yang sudah dilakukannya sedari dulu sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap produktivitas - kreativitas kaum muda milenial untuk terus menghasilkan karya, inovasi dan kreasi apalagi ditambah keberanian mereka menghadapi semua risiko, baik risiko finansial atau non-finansial.
 
Artinya, ada banyak ritme kerja kaum muda milenial yang justru menantang arus  kemapanan saat ini dan tentunya itu dimaklumi karena memang persepsian dan preferensi mereka berbeda yang didukung dengan eksistensi digitalisasi dan globalisasi di semua aspek
kehidupan. Oleh karena itu, mereduksi kemiskinan dan pengangguran dengan memacu stimulus di kalangan generasi muda menjadi relevan karena implikasinya cenderung kompleks.
 
Baca Juga: Prospek Pariwisata

Meski persepsian dan preferensi kaum muda milenial cenderung berbeda tetapi banyak juga diantaranya yang mulai sadar dan melek investasi dan asuransi, meski investasinya juga masih banyak yang bersifat ‘pemuasan keinginan’, misal pembelian mobil mewah, apartemen dan gadget. Setidaknya mindset harus mulai dibangun agar kaum muda juga sadar tentang kebutuhan kesehatan finansial di masa depan. Oleh karena itu, beralasan jika saat ini banyak kaum muda milenial yang kaya raya sukses di usia belia, termasuk sebutan sultan yang disematkan kepada sejumlah kaum muda milenial. Jadi, logis andai nanti banyak kaum muda yang termasuk kelompok High Net Worth Individual (orang kaya sedunia) atau dalam kategori Ultra High Net Worth Individual (orang super kaya) dengan menyematkan predikat kaum muda milenial tajir melintir.
 
Setidaknya fakta ini dapat terlihat dari eksistensi Jack Ma, Mark Zuckerberg, Bill Gate dan Jeff Bezos yang di tahun 2020 disebut sebagai orang terkaya di dunia dengan kekayaan Rp.2.100 triliun. Jadi, bukan tidak mungkin jika nanti akan ada kaum muda milenial dari
Indonesia yang juga bisa menyematkan namanya di jajaran orang kaya sedunia melalui kiprahnya. Oleh karena itu, eksistensi Generasi Youtuber juga perlu diapresiasi, termasuk tentunya dari aspek perpajakan yang berdampak terhadap penerimaan negara.
 
Baca Juga: Politik: Dinasti dan Potensi

Urgensi dalam memahami eksistensi kaum muda milenial pada dasarnya tidak terlepas dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN tahun 2020-2024 yang salah satu fokusnya yaitu meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing yang kemudian  dijabarkan lewat slogan SDM Unggul Indonesia Maju. Pencapaian tujuan itu dilakukan dengan edukasi kepada kaum muda milenial, termasuk tentunya keperilakuan melek investasi dan asuransi. Terkait hal ini menarik dicermati data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan hasil penjualan Obligasi Negara Ritel Seri ORI017 yaitu Rp 18,34 triliun melibatkan 42.733 investor (23.949 investor baru) dengan klasifikasi kelompok generasi milenial (lahir tahun 1981-1994) 18.452 investor (43 persen dari total investor).
 
Artinya menstimulasi kaum muda milenial untuk melek investasi dan asuransi akan berpengaruh positif di masa depan. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi dan literasi keuangan, investasi dan asuransi bagi generasi muda, Z, milenial dan Youtuber sehingga semakin mandiri dan mapan di masa depan yang kemudian selaras dengan komitmen mereduksi kemiskinan - pengangguran melalui pelibatan kaum muda milenial di semua aspek. ***
 
* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat