unescoworldheritagesites.com

Banyak Pejabat di Sorong Mulai Berani Lawan Wartawan yang Dianggap Tak Punya Kompetensi - News

Yacob Nauly - Banyak Pejabat di Sorong Mulai Berani  Lawan Wartawan Yang Dianggap Tak Punya Kompetensi (Redaksi suarakarya.id)


Oleh Yacob Nauly

: Tak sedikit pejabat yang merasa terganggu dengan ulah sejumlah oknum yang menyebut diri wartawan.

Oknum-oknum yang mengaku wartawan itu kebanyakan mengancam akan memberitakan proyek pemerintah atau lainnya yang sudah atau sedang berjalan.

Ada seorang pejabat di Sorong ketika menghubungi , mengaku ada oknum yang mengaku wartawan minta konfirmasi berita.

Baca Juga: Piala Thomas dan Uber 2024: Ester Lengkapi Kemenangan Indonesia 3 – 0 Atas Hong Kong

Pejabat tersebut mempersilakan wartawan itu menunjukkan kartu UKW Dewan Pers.

Termasuk medianya harus yang sudah terverifikasi Dewan Pers sebagai syarat bisa diwawancarai.

Oknum yang mengaku wartawan itu sudah hampir 3 bulan ini tak lagi menelpon atau ke kantor untuk tujuan wawancara tersebut.

Artinya banyak pejabat di Papua Barat Daya sudah mulai menyadari bahwa untuk mengekspos kegiatan pemerintah memang harus melalui wartawan dan media resmi.

Karena itu dianjurkan setiap wartawan diwajibkan mengikuti uji kompetensi wartawan. Dan bekerja di media yang terverifikasi Dewan Pers.

Memang suatu saat, semua wartawan Indonesia wajib mengikuti uji kompetensi dan memiliki identitas uji kompetensi wartawan.

Baca Juga: Inggard: Dana Kelurahan 5 Persen Masih Terlalu Dini Tak Dibahas di Rapat Kerja

Frekuensi wartawan harus memiliki sertifikasi oleh organisasi penguji yang ditunjuk oleh Dewan Pers.

Tujuan

Pertama, meningkatkan kualitas dan profesionalitas  wartawan.  Kedua, menjadi acuan sistem evaluasi kinerja   wartawan  oleh perusahaan.

Ketiga, menegakkan kemerdekaan  pers  berdasarkan kepentingan publik. Keempat, menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi penghasil karya intelektual.

Apa tujuan dari adanya standar kompetensi wartawan?

Standar kompetensi wartawan diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat.

Mengapa wartawan atau jurnalis harus memiliki kode etik?

Kode etik jurnalistik ditetapkan agar wartawan dapat menyusun berita yang akurat, valid, berimbang, dan kredibel.

Semua etika yang tercantum dalam kode etik ini hendaknya menjadi pedoman bagi pekerja media, terutama jurnalis atau jurnalis.

Kompetensi apa yang harus dimiliki oleh seorang wartawan?

Seorang jurnalis perlu memiliki kemampuan menulis berita. Baik untuk media cetak maupun digital.

Hal ini karena tugas sehari-hari jurnalis adalah menulis berita mengenai apa yang sedang hangat terjadi.

Kemampuan menulis ini mencakup pemahaman akan peraturan menulis yang harus berpedoman pada PUEBI dan KBBI.

Baca Juga: Undian Nasional Simpeda 2024, Bank Jatim Jadi Penghimpun Dana Terbesar

Bagaimana jika seorang jurnalis tidak memiliki kode etik?

“Profesi wartawan akan sangat berbahaya bila tidak memiliki kode etik karena seseorang punya otonomi maka dia nanti cenderung menjadi otoriter, anarkis, dan semaunya.

Apa tanggung jawab seorang wartawan?

Jurnalis adalah individu yang bertanggung jawab dalam mengumpulkan, menyelidiki, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Mereka bekerja di berbagai platform media untuk memberikan laporan yang faktual dan berimbang kepada pembaca atau penonton.

Apa itu dasar dasar jurnalistik?
Secara praktis, dasar jurnalistik yang wajib dimiliki wartawan adalah keahlian meliput peristiwa, menulis beritanya, melakukan wawancara, dan menaati kode etik.

Mengapa seseorang memerlukan kode etik?

Untuk menjamin kemerdekaan masyarakat dan memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan masyarakat dan menegakkan integritas serta profesionalisme.

Apa yang diatur dalam Undang-Undang pers terkait dengan kode etik jurnalistik.

(1)  Pers  nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. (2)  Pers  wajib melayani Hak Jawab. (3)  Pers  wajib melayani Hak Koreksi. (1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.

Penulis beberapa waktu lalu membaca sebuah artikel yang ditulis oleh Maskun Iskandar dalam buku Panduan Jurnalistik Praktis halaman 3.

Maskun mengajukan pertanyaan. Apakah wartawan itu “Pejuang atau Pecundang”.

Baca Juga: Piala Asia U-23: Indonesia vs Korsel 11-10 (2-2), Rizky Ridho Cs ke Semifinal, Membentang Asa di Tengah Gelombang

Ungkapan itu memang dilontarkan oleh Richard Rudin dan Trevor Ibotson dalam buku An Introduction to Jornalism, Esential Teknik dan Latar Belakang Pengetahuan. Pahlawan atau penjahat, tanyanya. 

Jika orang awam mengenal wartawan sebagai pencari berita. Dan terkait dengan permasalahan seperti beberapa peristiwa yang terjadi di Indonesia terkait ulah orang yang menyebut diri wartawan.

Sejumlah orang yang mengaku wartawan diduga mengejutkan pemilik rumah makan di salah satu daerah di Timur Indonesia beberapa waktu lalu.

Maka yang benar sesuai Pasal 1 angka 4 UU Pers. Pers atau wartawan adalah orang yang secara teratur menjalankan tugas jurnalistik.

Satu-satunya UU di Indonesia tanpa aturan turunannya adalah UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Karena itu wartawan Indonesia melalui UU ini melahirkan apa yang disebut Kode Etik Jurnalistik (KEJ) terdiri dari 11 pasal.

Berdasarkan data Dewan Pers, terdapat  1.711  perusahaan media di Indonesia yang telah terverifikasi hingga Januari 2023. Dari jumlah tersebut, media digital mendominasi sebanyak 902 perusahaan.

Ini data publik, dapat dilihat, dapat dilihat mana saja perusahaan pers yang ada di Dewan Pers.

Ninik Rahayu dari Dewan Pers dalam survei mandiri yang dilakukan lembaga itu menunjukkan kemandirian pers tiga tahun terakhir ini “cukup bebas,” dengan skor berturut-turut dari 2020 (75,27), 2021 (76,02), dan 2022 (77 ,88).

Indeks Kemerdekaan Pers” yang dilakukan Dewan Pers mengukur tiga lingkungan.

Yaitu lingkungan fisik politik, lingkungan ekonomi, dan lingkungan hukum.

Perbaikan situasi pada tiga lingkungan tersebut memerlukan peran dari banyak pihak.

Yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta.

Dewan Pers juga menyoroti peran perusahaan pers terkait memberikan hak atas kesejahteraan wartawan.

Masih sangat menjadi PR (pekerjaan rumah,red). Terutama bagi perusahaan pers yang baru.

Atau perusahaan pers yang sekadar dibentuk, namun bekerja dengan tidak profesional.

Kondisi itu sangat mempengaruhi manusia-manusia yang mengaku wartawan profesional. Padahal tidak mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Baca Juga: KemenPUPR Bangun Enam Titik Sumur Bor Bertenaga Matahari di Mamuju

Karena ini pedoman seorang jurnalis atau jurnalis Indonesia. Seperti kasus Pelecehan profesi wartawan di beberapa daerah.

Kode Etik Jurnalistik (KEJ)

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi.

Yakni untuk memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

Atas dasar itu, surat kabar Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik yang diulang-ulang:

Pasal 1
Wartawan Indonesia menyatakan independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
B. Akurat berarti percaya benar sesuai keadaan tujuan ketika peristiwa terjadi.
C. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan yang setara.
D. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik.

Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
B. menghormati hak privasi;

C. tidak menyuap;
D. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
F. mengamati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
G. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
H. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita bagi kepentingan publik.

Baca Juga: Ciptakan Situasi Kamtibmas Kondusif Selama Puasa dan Lebaran, Kapolda DIY Serahkan Penghargaan 10 Personil dan 3 PNS

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
B. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
C. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
D. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
B. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
C. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
D. Cabul berarti menggambarkan tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan menyebutkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyebarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
B. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Baca Juga: Awas Banjir Rob, Warga Pesisir Jakarta Diminta Waspada

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
a. Menyilah menggunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
B. Suap adalah segala sesuatu yang diberikan dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia mengetahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
B. Embargo adalah tertundanya pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
C. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
D. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak membatasi martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat fisik.

Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
B. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Baca Juga: Ahmed Zaki Kandidat Terkuat Maju di Pilgub DKI dibandingkan RK dan Erwin Aksa

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
B. Kehidupan pribadi adalah segala aspek kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau penonton.

Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada jaminan dari pihak luar.
B. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baik.
B. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

C. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.

Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

Meski Wartawan Indonesia telah memiliki KEJ tersebut tetapi pengamalannya tanpa kesungguhan maka sulit profesi wartawan itu dijalankan dengan baik.

Baca Juga: Undian Nasional Simpeda 2024, Bank Jatim Jadi Penghimpun Dana Terbesar

Kesimpulan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat