unescoworldheritagesites.com

Syariah dan Potensinya - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

 
Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di
Universitas Muhammadiyah Surakarta
 
: Eksistensi perbankan syariah diharapkan akan bisa menyasar sampai ke
pelosok pasca hadirnya Bank Syariah Indonesia - BSI yang telah resmi beroperasi per 1 Pebruari 2021 setelah OJK menyetujui prinsip operasional sesuai surat OJK nomor: SR-3/PB.1/2021. BSI sendiri adalah penggabungan 3 bank yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah.
 
BSI proaktif menyikapi transaksi digital menjadi prioritas dalam layanan modernitas perbankan masa depan. Kehadiran virtual currency saat ini dan masa depan haruslah dicermati sebagai peluang dan tantangan. Jika dicermati, media uang sebagai layanan transaksi mulai bergeser ke virtual currency (uang digital) yang kapitalisasinya terus mengalami peningkatan dan persepsian publik terhadap virtual currency semakin meningkat dan positif. Bahkan, sebagian diantaranya ada yang memanfaatkannya untuk investasi.
 
BI menegaskan di PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan di PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial ke semua pihak untuk tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency (bitcoin) karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab sehingga beresiko, selain perdagangannya fluktuatif dan rentan dimanfaatkan bagi pencucian uang. Mengacu UU
No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang bahwa mata uang resmi dan juga dipergunakan di Indonesia yaitu rupiah. Virtual currency yang sifatnya tanpa negara dan tanpa otoritas sangat rentan, meski belakangan trend di kalangan milenial kian meningkat. Jadi, BSI juga harus mencermati realitas ini sebagai langkah proaktif.
 
 
Ekstensi dari BSI memang diharapkan menjadi bank syariah terbesar di  Indonesia dan harapannya menjadi ranking ke-7 terbesar dalam perbankan nasional. Proyeksi 5 tahun ke depan maka kehadiran BSI harus menjadi top 10 global terkait kapitalisasi pasarnya. Tentu ini bukan target yang mudah untuk diraih, terutama dikaitkan dengan persaingan di sektor perbankan yang semakin kompleks tapi juga realitas pandemi yang berdampak terhadap resesi dan redupnya kinerja semua pelaku ekonomi bisnis, termasuk tentunya di sektor perbankan dan fintech secara menyeluruh. Oleh karena itu, meski dari merger 3 bank  menjadi BSI berdampak terhadap akumulasi asetnya menjadi Rp.214,6 triliun dan modal intinya menjadi lebih dari Rp.20,4 triliun tetapi operasional kinerja dari BSI tetap akan mengacu kepada realitas persaingan yang semakin kompleks di tahun depan.
 
Konsekuensi dari tuntutan persaingan tersebut, pastinya BSI juga didukung kehadiran lebih dari 1.200 cabang, 1.700 ATM dan SDM sekitar 20.000 yang tersebar sampai ke pelosok nasional. Oleh karena itu, sangat beralasan jika kehadiran BSI diharapkan bisa melayani prinsip syariah sampai ke pelosok negeri. Selain itu, tentunya juga diharapkan mampu memberikan layanan sosial dan spiritual dengan keberagaman modernitas lain yang memberikan kepuasan kepada nasabah sehingga bisa meningkatkan loyalitas dari semua nasabah, baik di perkotaan atau pedesaan tanpa terkecuali.
 
Optimis layanan ini tidak bisa terlepas dari keberadaan BRI syariah sebelumnya yang diakui telah menyasar ke semua pelosok. Bahkan, eksistensi perannya terhadap pembiayaan di
sektor UMKM juga tidak diragukan. Artinya, kinerja BSI ke depan tidak bisa lepas dari  komitmennya terhadap pendanaan dan pembiayaan ke sektor informal - UMKM secara menyeluruh.
 
 
Meski ada keyakinan terhadap layanan yang menyasar sektor informal dan UMKM tapi di sisi lain kinerja BSI juga diharapkan tidak meninggalkan sektor ritel apalagi sebelum merger sudah ada Bank Mandiri Syariah yang selama ini konsisten terhadap pendanaan dan pembiayaan di sektor ritel dengan cakupan segmen pasar yang sangat luas. Artinya, ke depan kiprah dan kinerja BSI sejatinya tinggal melanjutkan kinerja yang sudah ada sebelumnya, terutama menyasar eksistensi dari ketiga bank sebelumnya tersebut.
 
Oleh karena itu, beralasan jika pasca merger menjadi BSI maka targetnya menyasar ke pasar yang lebih luas dan karenanya beralasan jika visi BSI yaitu ‘Menjadi 10 Bank Syariah
terbesar di dunia’. Meskipun demikian, BSI juga perlu mencermati potensi bisnis dari semua layanan demi kemaslahatan misalnya keperluan haji dan umrah, zakat, infak dan sedekah, juga wakaf, termasuk juga berbagai modernitas layanan berprinsip syariah era kekinian yang harus selaras dengan digital banking.
 
Pastinya operasional BSI ke depan tidak bisa mengabaikan tuntutan pembiayaan sektor korporasi dan wholesale. Jadi, pasca merger menjadi BSI maka tuntutan pembiayaan di sektor ini juga harus diperhatikan sehingga BSI mampu mendukung pembiayaan untuk sektor-sektor infrastruktur yang cenderung membutuhkan pendanaan besar. Tanpa abai
semua potensi itu, pastinya ke depan operasional perbankan, termasuk BSI tidak dapat mengabaikan kehadiran Generasi Milenial dan Generasi Z yang mayoritas di komposisi kependudukan sesuai hasil Sensus Penduduk 2020 karena jumlah penduduk usia 0-14 tahun mencapai 23,33%, usia 15-64 tahun ada 70,72% dan usia lebih dari 65 tahun ada 5,95%.
Segmentasi usia ini juga relevan dengan modernitas layanan digital banking dan tentu itu semua harus disiapkan oleh BSI sebagai komitmen proaktif terkait persaingan di masa depan. Kinerja BSI semoga secerah prinsip syariah yang diagungkan umat. ***
 
* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat