unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Masa Lalu Adalah Introspeksi - News

Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro  

: “Yaa ay-yuhal ladzina aamanuut taqullaha waltanzhur nafsum maa qad-damat laqhaidin wattaqullah in-nallaaha khabiirum bimaa ta ‘maluun” (QS. Al – Hasyr : 18). Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah pada Allah SWT dan telitilah paa yang telah lampau dan rencanakan untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah SWT sebab Allah SWT mengetahui semua apa yang kamu kerjakan”.

Manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling baik dengan berbagai potensi kemampuan yang membedakan dengan yang lainnya, yaitu sel pendengaran, penglihatan dan hati, meski sedikit yang mampu untuk bersyukur (QS. As-Sajdah 9). Dengan berbagai aspek kemampuan itu, manusia dapat merekam semua peristiwa masa lalu yang kemudian menjadi memori dan juga bisa dimunculkan kembali ketika hal itu dibutuhkan.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Keimanan dan Kebenaran

Artinya, masa lalu harus menjadi nilai penting bagi pembelajaran dan instrospeksi untuk bertindak lebih baik lagi kedepan. Jadi, manusia berkepentingan mengambil pelajaran dari kisah masa lalu untuk berbuat baik di masa sekarang dan melakukan perencanaan di masa depan sehingga perjalan hidup manusia menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi semesta.

Hal itu menunjukan bahwa apa yang terjadi saat ini dan pada saat yang akan datang pada dasarnya merupakan serangkaian peristiwa yang sistematis. Oleh karena itu, sangat beralasan kalau manusia diwajibkan untuk selalu melihat dan mengambil hikmah dari sejumlah peristiwa yang telah terjadi. Artinya, kalau suatu peristiwa tersebut memberi kemanfaatan maka harus dioptimalkan dan dicari berbagai pengembangan untuk bisa memberi kemanfaatan bagi kesejahteraan manusia.

Sebaliknya, kalau suatu peristiwa yang terjadi pada masa lalu tidak memberikan kontribusi bagi kemaslahatan dan atau justru merugikan maka harus diantisipasi supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang atau menimbulkan kerugian yang ke-2 kalinya. Dengan kata lain, hal ini membutuhkan suatu instropeksi secara berkelanjutan. Padahal secara riil kita mengakui bahwa instropeksi adalah bagian dari sisi keimanan dan ketakwaan seseorang. Artinya, mereka yang suka berinstropeksi berarti lebih dekat pada takwa dan memperkokoh keimanannya.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Keadilan & Keimanan

Kasus berbagai bencana di sekitar kita seharusnya menjadi pembelajaran dan instrospeksi bagi kita semua untuk bisa mengantisipasi dan melakukan pembenahan terhadap alam dan juga lingkungan sekitar yang jika dicermati justru semakin rusak akibat eksplorasi dan ekspolitasi untuk memenuhi konsumsi kita. Tidak ada salahnya jika kita dipaksa kembali merenungi atas apa yang selama ini kita perbuat, setidaknya dalam setahun terakhir untuk instrospeksi. Bukankah Al Qur’an sejatinya juga berisi tentang berbagai kisah masa lalu untuk diambil pelajaran bagi kepentingan masa depan?

Puasa ramadhan yaitu bagian dari upaya pemupukan keimanan dan ketakwaan secara eksplisit juga menuntut umat Islam untuk melakukan instropeksi sebab ada keyakinan bahwa puasa yang berhasil dapat merubah perilaku manusia menjadi lebih baik. Oleh karena itu, wajar kalau kemudian Islam menganjurkan umatnya untuk berlomba-lomba mencari amalan yang penuh selama bulan ramadhan dan juga sekaligus sebagai langkah proaktif bagi instropeksi. Artinya ada keterkaitan yang sangat erat antara ibadah puasa ramadhoa dengan aplikasi keteguhan iman - ketakwaan serta perenungan tentang bagaimana cara untuk dapat merefleksikan tantangan. Jika tidak sekarang, kapan lagi kita melakukan instrospeksi? Jadi, sukses ibadah ramadhan diharapkan memupuk kekuatan keimanan. ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat