unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Keimanan dan Kebenaran - News

• Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro

:  “Yaa ay-yuhal-ladziina aamanuu kuunuu qaw-waamiina lil-laahi syuhadaa-abil qisth ‘alaa al-laa ta’diluu huwa aqrabu littaqwaa qattaqul-laah in-nal-laaha khabiirum bimaa ta’maluun” (QS. Al Maidah : 8). Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu berdiri tegak diatas kebenaran yang adil semata-mata karena Allah SWT dalam memberikan kesaksian dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum sampai mempengaruhimu untuk tidak adil. Berbuat adillah karena adil lebih dekat kepada takwa karena itu bertakwalah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Mungkin kita semua masih seringkali membayangkan bahwa yang kita terima selama ini sudah mencerminkan kondisi keadilan, yaitu keadilan dengan jerih payah kita, keadilan dengan take home pay kita, keadilan dengan pengorbanan yang kita keluarkan, dan atau mungkin keadilan dengan kesengsaraan yang diderita fakir miskin? Nampaknya sangatlah sulit untuk menggambarkan secara mutlak tentang kondisi keadilan.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Bekerja adalah Ibadah

Padahal adil dan keadilan di dunia sangatlah semu sehingga semua konsep adil dan keadilan yang dipertontonkan dalam peradilan di dunia ini tidak mampu menjawab kebutuhan rasa keadilan yang riil. Oleh karena itu, hakim yang sering disebut sebagai kepanjangan tangan dari Tuhan seringkali tidak mampu mewujudkan rasa adil dan keadilan. Subyektifitas masih sangat terasa dalam pengambilan semua keputusan tentang keadilan.

Meski proses mencapai keadilan adalah tidak mudah, karena ada kompleksitas yang melingkupi, termasuk adanya sejumlah kepentingan yang muncul, yang jelas bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk selalu menegakkan keadilan atau paling tidak kita berbuat adil dari lingkup yang paling kecil. Bahkan, kewajiban untuk berbuat adil akan mencapai suatu kondisi ketakwaan secara utuh (QS. Al Maidah :8).

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Keteguhan & Keimanan

Oleh karena itu, ciri-ciri ketakwaan dan keimanan pada dasarnya sangatlah terkait dengan rasa keadilan. Fakta yang ada mengindikasikan bahwa keadilan di dunia nampaknya semakin susah dicapai dan keadilan yang mutlak hanyalah ada di pengadilan akhir jaman ketika semua mendapat pembalasan sesuai dengan amalan yang dilakukannya dan tidak ada satupun yang tersembunyi dan atau disembunyikan karena semua transparan.

Terlepas dari berbagai tuntutan untuk menegakkan keadilan, ternyata realitas menunjukkan bahwa dalam perkembangan dewasa ini implementasi terhadap keadilan justru semakin muram sehingga cenderung terjadi letupan dan gejolak yang kesemuanya bermuara dari kondisi ketidakadilan yang semakin berkembang. Kalau realitas ini tidak dapat diantisipasi maka bukan tidak mungkin kondisi “kemiskinan dan penindasan” akan semakin kuat sehingga bukannya tidak mungkin arahnya adalah menuju kekafiran di lingkup sosial-kemasyarakatan. Padahal, mencuatnya kekafiran akan semakin memperkecil keimanan dan sekaligus ini akan sangat bertentangan dengan amanat Allah SWT agar selalu menegakkan kondisi keimanan dan ketakwaan (QS. At Taghaabun :16).

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Halal dan Haram

Refleksi terkait fenomena ini secara riil menegaskan tentang kompleksitas dalam upaya pencapaian kondisi kesejahteraan sebab ciri masyarakat yang sejahtera adalah tegaknya rasa keadilan dalam hidup bermasyarakat dan kokohnya pondasi keimanan - ketakwaan. Artinya, inilah tantangan bagi umat Islam dan ibadah ramadhan menjadi salah satu alternatif untuk mampu menciptakan keadilan, termasuk penegakan keimanan dan ketakwaan kita semua ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat