unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Al-Qur’an dan Kehidupan - News

Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro  

: "Tabaarakal ladzii naz-zalal furqaana 'alaa 'abdihii liyakuuna lil 'aalamiina nadzi-raa"(QS.Al-Furqan 1). Artinya: "Maha pemberi restu Allah SWT yang telah menurunkan Al-Qur'an kepada hamba-Nya untuk menjadi peringatan kepada alam semesta".

Semua yang diciptakan oleh Allah SWT mempunyai tujuan yang jelas dan tidak sia-sia. Oleh karena itu, penciptaan Al-Qur'an juga tidak lepas dari tujuan yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Adapun tujuan utama penciptaan Al-Qur' an adalah sebagai penerang bagi kehidupan manusia yang memang cenderung mempunyai sifat labil dan angkuh.

Hal ini sekaligus menunjukan bahwa nilai keterkaitan dari semua ciptaan Allah SWT harus ditingkatkan demi kesejahteraan dalam berkehidupan, tidak saja di dunia, tapi juga di akhirat. Artinya, tidak ada yang perlu dicibir, apalagi dicurigai dari wahyu Al Qur’an karena perannya justru sebagai penerang kehidupan di dunia yang fana ini. Betapa tidak transformasi dari masa  kegelapan – jahiliyah menuju ketauhidan menjadi pencerah terhadap arah langkah kehidupan manusia.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Masa Lalu Adalah Introspeksi

Ketika kehidupan semakin berat, ketika tuntutan bersosialisasi semakin kompleks, ketika kita tidak bisa mengelak dari semua keterbatasan yang melekat pada takdir kita, ketika ujian cobaan datang kepada kita dan ketika kita semua butuh pertolongan maka hanya Allah SWT yang mampu menolong kita dan Al-Qur’an benar-benar menjadi perantara penolong atas semua cobaan yang kita alami. Oleh karena itu, masihkan kita memperdebatkan wahyu Al Qu’ran yang sempurna? Kesadaran kolektif untuk mengamini peran dan fungsi Al-Qur’an secara tidak langsung akan  memperkuat pondasi keimanan sehingga umat perlu memahami kehadiran Al-Qur’an sebagai wahyu yang memberikan jalan terang kehidupan manusia  dan komitmen mengamininya memang harus bersandar dengan dalil naqli dan aqli secara bersamaan.

Nilai luhur yang terkandung pada ajaran Al-Qur'an menegaskan bahwa masing-masing makhluk ciptaan Allah SWT haruslah saling menghormati dan bukannya saling meniadakan sebab keberadaan mereka adalah untuk beribadah dan juga bertasbih kepada-Nya. Hal ini bisa menjadi indikator bahwa kemanfaatan atas penciptaan-Nya adalah "nyata". Pa­ling tidak, ini bisa terlihat dalam QS. Shaad 27, artinya: "Kami tidak menciptakan langit - bumi dan semua yang ada diantaranya dengan sia-sia atau tanpa tujuan yang jelas".

Kalau memang sudah digariskan tentang akses nilai kemanfaatan tersebut, lalu yang jadi pertanyaan adalah mengapa cenderung terjadi kerusakan atas alam semesta? Bagaimana kewajiban kita untuk mengolah dan melestarikan semesta ini? Bagaimana respons semua tanggung jawab kita terhadap generasi mendatang?

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Keimanan dan Kebenaran

Pertanyaan tersebut menunjukan ada nilai dualisme dalam mensikapi anugerah. Bagaimanapun juga diakui bahwa aktualisasi dalam kehidupan manusia memang terjadi dualisme yaitu disatu sisi ada yang mengacu kepentingan sesaat sehingga eksplorasi atas semesta ini hanya diarahkan pada profit jangka pendek dan individual, tetapi ada juga yang mengacu pada pemikiran jangka panjang sehingga dalam eksplorasi semesta mempertimbangkan aspek kelestarian terutama mereka yang peduli terhadap kondisi keseimbangan alam.

Mensikapi fakta adanya dualism tersebut, maka Al-Qur'an menegaskan bahwa kita harus memberikan keseimbangan proporsionalitas dalam eksplorasi semesta. Dengan kata lain kerusakan semesta ini sangat ditentukan oleh sikap kita dan sisi proses perbaikannya juga tergantung kita (QS. Ar-Ra'd 11). Lalu apakah kita tidak mengambil hikmah dari semua yang terjadi di alam semesta ini, termasuk kasus pembuatan bahtera Nabi Musa dan hancurnya kaum Nabi Luth? ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat