unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Ketertiban dan Maknanya - News

Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro

: “Wabtaghii fii maa aataakal laahud daaral aakhirata wa laa tansa nashiibaka minad dun-yaa wa ahsin kama ahsanal laahu ilaika wa laa tabghil fasaada filardh in-nal laaha laa yuhib-mufsidin” (QS. Al-Qashas 77). Artinya: “Dan pergunakanlah sisi kesempatan dalam karunia kekayaan yang diberikan Allah SWT kepadamu untuk keselamatan di akhirat tapi jangan kamu abaikan bahagiaanmu dari kehidupan di dunia. Berbuat baiklah seperti Allah SWT telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah berbuat onar sebab Allah SWT tidak suka orang yang berbuat onar”.

Sebagai suatu komunitas maka alam raya pasti mempunyai ciri masing-masing yang berbeda dalam menjalankan perilaku ibadahnya, meski keberagaman itu hanya ditujukan dan hanya satu-satunya diserahkan kepada Allah SWT, Sang Pencipta semesta. Artinya, keberagaman yang telah mereka lakukan tetap dalam pengawasan Allah SWT dan tidak akan pernah terlepas sedikitpun dari arahan-Nya.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Masa Lalu Adalah Introspeksi

Pemahaman ini sekaligus menunjukan bahwa dari keberagaman tersebut justru menunjukan adanya suatu proses ketertiban dari rangkaian ibadahnya. Oleh karena itu, semua siklus kehidupan dunia ini adalah sesuai ritme dan tidak ada satupun yang bisa mengubahnya karena ritme kehidupan ini yaitu kehendak-Nya yang menunjukan kepada kita betapa Allah SWT ternyata mampu menjaga ketertiban dan keseimbangan secara hakiki tanpa ada campur tangan dari pihak yang lainnya.

Adanya aspek kepentingan menjaga ketertiban bahwa semua ibadah yang kita lakukan pada intinya juga mengacu kepada ketertiban karena semua memiliki prosedur baik dalam syarat dan rukunnya. Oleh karena itu, tidak ada satupun yang ada di dunia ini dapat menjalankan peran yang tidak sesuai takdir dan ritme yang telah ditetapkan-Nya. Aktualisasi terhadap pemahaman tentang keberagaman beribadah yang menunjukan nilai proses ketertiban dari semua makhluk-Nya pada dasarnya bukan sesuatu yang sulit bagi kita untuk memahami perilaku ini. P

aling tidak, kita berkeyakinan bahwa Allah-lah yang mempunyai kekuasaan penuh alam ini sehingga Dia mempunyai semua kuncinya dari keberagaman makhluk  yang ada di semesta. Terkait ini, Allah SWT berfirman di QS An-Nur 41, artinya “Tidakkah kau tahu bahwa semua yang ada di langit dan di bumi dan juga burung yang mengembangkan sayap yaitu bertasbih kepada Allah. Masing-masing mengetahui cara sembahyang dan bertasbihnya dan Allah SWT Maha Tahu”. Bahkan, sehelai daun yang jatuh juga semuanya itu dalam pengawasan Allah SWT karena semua memang sudah digarikan dan tergariskan sempurna di sistem kehidupan semesta. Jadi, tidak ada satupun yang bisa terlepas dari campur tangan-Nya.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Keimanan dan Kebenaran

Mengkaji serangkaian proses ketertiban yang telah diciptakan oleh Allah SWT dalam formasi yang sangat lengkap, rumit dan sistematis, maka sangatlah beralasan kalau kemudian kita umat manusia yang diberi kemampuan akal dan pikiran mengambil (meskipun hanya sedikit) fenomena ketertiban alam raya itu yang kemudian dijabarkan dalam perilaku hidup kita. Artinya, betapa bodohnya kita kalau dalam proses panjang kehidupan ternyata kita tidak mampu untuk menciptakan suatu proses hukum ketertiban yang mapan.

Fenomena tentang rusaknya dan rapuhnya proses ketertiban yang dibuat manusia pada dasarnya tidak terlepas dari perilaku manusia sendiri. Oleh karena itu wajar kalau Islam selalu menuntut umatnya untuk selalu saling mengingatkan agar tidak lepas kontrol dan pastinya kesadaran kolektif untuk menjaga keseimbangan semesta ini menjadi tanggung jawab kita semua karena kitalah sang khafilah yang diberi amanat terhadap kelestarian semesta ini. Jadi, semua berkepentingan untuk menjaga dan mempertahankan keseimbangan alam dan semesta sampai akhir. ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat