unescoworldheritagesites.com

Publik dan Rokok - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi, Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)


Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi 


: Setiap tahun diperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia - World No  Tobacco Day setiap 31 Mei tetapi ironisnya konsumsi rokok cenderung terus meningkat setiap tahun, terutama di mayoritas negara miskin berkembang.

Padahal, fakta konsumsi pangan mereka relatif lebih rendah dan kurang berkualitas. Oleh karena itu, beralasan jika tema peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 2023 ini yaitu: "We need food, not tobacco" (Kita butuh makanan, bukan tembakau)? Tema ini
mengingatkan visi kesehatan nasional yaitu "Menciptakan manusia yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan".

Salah satu aspek penting terkait ini yaitu tentang perilaku merokok. Publik mengakui rokok adalah produk yang sangat dilematis, tidak saja dari kaitan ekonomis, tapi juga dari kesehatan. Sebenarnya, masalah rokok dan kesehatan di Indonesia adalah masalah yang fenomenal. Fakta ini tentu saja berkaitan dengan kedudukan industri rokok yang memiliki
kontribusi ekonomi cukup besar.

Oleh karena itu, sangat beralasan jika pesan Yayasan Jantung Indonesia di media elektronik, jelas memperlihatkan dua pilihan, yaitu merokok atau sehat. Bahkan, perda larangan merokok di tempat-tempat umum juga tidak terlepas dari komitmen bahaya merokok (meski prakteknya masih dipandang remeh, meski ada ancaman denda puluhan juta).

Baca Juga: Catatan Reformasi

Fakta tersebut secara tidak langsung menunjukan bahwa industri rokok mengalami suatu tekanan publik yang sangat kuat, terutama dikaitkan dengan pencanangan agenda global kampanye anti rokok. Meski demikian fakta yang muncul menunjukan akses di industri rokok maupun industri hulunya, berbagai keperluan atau lintas departemen membuat kedudukan
kampanye anti rokok di Indonesia belum seradikal di negara maju. Salah satu faktor yang menjadi pemicu ini yaitu masih adanya konfrontasi kepentingan.

Padahal, publik mengakui bahwa akses terhadap konfrontasi tersebut masih akan terus berlangsung seiring dengan mencuatnya tekanan dari publik atas komitmen kampanye anti rokok. Hal ini menegaskan bahwa kampanye anti rokok bukan persoalan yang mudah karena
aspek kepentingan dengan banyak hal tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, kesehatan global di era now tidak bisa terlepas dari ancaman dibalik industrialisasi rokok itu sendiri.

Terkait fakta tersebut bahwa salah satu agenda penting yang dicanangkan oleh WHO adalah kampanye anti rokok. Meskipun agenda ini telah lama ditetapkan, namun realita  menunjukan bahwa respons atas agenda ini masih lemah. Padahal, kalau dikaji secara makro, manfaat yang bisa dipetik dari agenda ini sangat komplek.

Oleh karena itu, ada sejumlah pertimbangan yang harus dikaji dalam upaya untuk bisa  mencapai keberhasilan dalam pencanangan kampanye anti rokok. Paling tidak, pertimbangan itu harus dapat mencakup atas semua kepentingan, yaitu tidak saja kepentingan produsen dan pemerintah tapi juga konsumen. Mengapa?

Baca Juga: Kuota Haji

Industri rokok beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bahkan kalau kita mau jujur omzet penjualan industri rokok telah mencapai titik profit yang luar biasa, tidak saja dalam lingkup lokal-regional, tapi juga dalam lingkup global. Oleh karena itu sangatlah beralasan kalau agenda kampanye anti rokok masih dianggap sebagai suatu slogan semata! Meski perkembangan industri rokok sangat pesat, namun akses yang ditimbulkan dari pesatnya perkembangan tersebut ternyata juga sangat besar terutama dalam aspek kesehatan.

Hal inilah yang sekaligus menjadi alasan utama dibalik pencanangan kampanye anti rokok. Konsekuensi terhadap pemahaman ini sekaligus menunjukan dualisme dari pesatnya laju perkembangan industri rokok. Artinya, disatu sisi perkembangan tersebut dapat memacu
penyerapan TK (terutama dikaitkan dengan fakta kondisi booming pengangguran) sebab sektor industri rokok cenderung padat karya (implisit pada kondisi perbaikan income perkapita masyarakat dan kesejahteraan rakyat).

Selain itu, perkembangan industri rokok juga memacu penerimaan pajak (cukai rokok). Terkait dengan hal ini, maka sangatlah beralasan kalau kemudian pemerintah berusaha untuk lebih mematok nilai cukai yang lebih tinggi (terutama dikaitkan dengan tuntutan kemandirian untuk mendukung pendanaan pembangunan). Selain itu, dalam anggaran berjalan ternyata pemerintah tetap mematok nilai pajak (salah satunya tercover melalui cukai rokok) sangat besar.

Termasuk juga dalam kaitan hal ini adalah sumber pemasukan bagi dunia periklanan, baik bagi media elektronik maupun pers online yang jumlahnya cenderung meningkat. Seperti diketahui laju belanja iklan untuk produk rokok ternyata menempati posisi yang besar (diikuti produk konsumsi rumah tangga). Oleh karena itu, kampanye anti rokok membutuhkan komitmen dari semua pihak. Salam Sehat dan Salam Sukses. ***

* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat