unescoworldheritagesites.com

Hasil Audit Ganda Jiwasraya-Asabri, Pakar: BPK Jangan Jadi Alat Politik! - News

JAKARTA: Kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) dalam mengaudit kasus PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri dipertanyakan publik. Pasalnya, muncul dugaan adanya laporan audit ganda hingga tidak adanya rekomendasi pemeriksaan terhadap Bakrie Group kepada Kejaksaan.

Menanggapi dugaan tersebut, mantan Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen angkat bicara hot issue ini. Dia mendorong agar publik mendesak negara hadir dan bertindak melaksanakan kawajiban sesuai perintah Undang-undang yakni manyampaiakan keterbukaan informasi publik terkait dugaan dua laporan investigasi yang berbeda tersebut.

"Isu laporan audit ganda oleh BPK tersebut harus bisa diungkap oleh penegak hukum secara faktual agar tidak menjadi liar dan menjadi polemik panjang. Sebab kasus Jiwasraya dan Asabri menurut saya masih akan panjang, waktu akan bicara, dan kebenaran tidak akan pernah dikalahkan oleh perbuatan jahat," ujar Halius dalam keterangan kepada media di Jakarta, Selasa (29/5/2021).

Halius menambahkan, peran para kuasa hukum menjadi sangat penting dalam melakukan penilaian secara proporsional, terutama terkait dengan status aset yang disita sebagai barang bukti. Tentunya kata dia, dengan menghormati sepenuhnya keputusan yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim yang mulia.

Sebelumnya, tersangka Benny Tjokrosaputro alias Bentjok pernah menyebut bahwa Jiwasraya banyak bertransaksi dengan saham-saham Grup Bakrie, terutama sebelum 2008.

Benny pun mempertanyakan mengapa mereka tidak disidik, padahal jika diperhitungkan jumlah kepemilikan saham Jiwasraya di Grup Bakrie, jauh lebih besar ketimbang perusahaan yang dikendalikannya. BPK pun seolah tebang pilih dalam membuat laporan ke Kejaksaan Agung.

"Masalah kaitan bisnis Benny Tjokro dengan Aburizal Bakrie (ARB) atau keterlibatan Ical (sebutan akrab ARB-red) dalam kasus Jiwasraya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kejagung ke depan dalam penuntasan kasus Tipikor Jiwasraya-Asabri. Karena itu, baik BPK dan Kejagung tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum, jangan jadi alat politik dong," tegasnya.

Halius menegaskan lembaga negara yang sekarang dikomandani Agung Firman Sampurna ini sejatinya menjadi garda penting dalam barisan yang mendukung penegakan hukum tentu harus independen.

"Kalau sistem audit yang digunakan BPK saat ini sudah tidak mampu menjadikannya (independen). Saya mendorong untuk dilakukan revisi pada sistem audit BPK sehingga dapat menutup rapat semua celah baik, internal maupun eksternal bermain," jelas dia.

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan bahwa BPK merupakan lembaga negara yang tidak tunduk pada rezim yang berkuasa.

Dia memperjelas, seharusnya semua hasil pekerjaan auditnya didasarkan pada keadaan riil. Sebagai lembaga negara yang mandiri dan bebas, BPK merupakan satu-satunya lembaga tinggi negara yang bertugas dan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab atas keuangan negara, yang diatur dalam pasal 1 UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

"Jika ternyata ditemukan indikasi adanya penyimpangan dari pekerjaannya, maka itu bisa menjadi alat untuk menghukum personilnya beserta pimpinannya karena lengah dalam melakukan pengawasan. Apalagi jika kewenangan mereka digunakan untuk kepentingan politik. Mereka seharusnya paling awal untuk dipecat," tandas Fickar.

Kemudian, jika ditemukan adanya dua laporan yang berbeda, maka harus dilakukan investigasi untuk menentukan mana yang benar.

"Rakyat bisa langsung maupun perwakilannya melalui DPR bisa mempersoalkannya. Lebih jauh jika ditemukan alat bukti, bisa dipidanakan mereka itu. Sungguh jahat bila ternyata ada pihak dalam BPK yang secara sengaja melakukan penyelewengan data karena laporan hasil audit tersebut mampu menentukan nasib seseorang dimata hukum!”ucap Fickar.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat