unescoworldheritagesites.com

Pemerintah Jangan Gegabah Revisi Permendag No23 /2021, Bisa Matikan UMKM - News

JAKARTA: Rencana Menteri Perdagangan merevisi peraturan Menteri Perdagangan No. 23 Tahun 2021 pasal 10 dan 11 ditentang habis para pedagang, pemasok berskala mikro dan UMKM. Mereka beralasan revisi ini akan menciptakan iklim usaha yang tidak sehat dimana pemilik modal besar akan mematikan UMKM dan pemilik modal mikro.

Seperti diketahui pada 1 April 2021 lalu, Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 23 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Namun Permendag yang baru berlaku 6 bulan itu kini hendak direvisi lagi. Pasal yang hendak direvisi adalah Pasal 10 dan Pasal 11. 

Dalam aturan lama, Pasal 10 mengatur jumlah maksimal gerai toko swalayan yang dikelola sendiri, yaitu 150 gerai. Pasal tersebut hendak direvisi menjadi tanpa batasan gerai. Ini berpotensi akan semakin menggerus keberadaan toko swalayan berskala mikro. Sementara swalayan besar dan pemilik modal besar akan semakin menggurita. 

Sedangkan Pasal 11 mengatur tentang pengenaan biaya terhadap pemasok, yang maksimal 15% dari keseluruhan biaya persyaratan perdagangan. Ketentuan Pasal 11 ini merupakan revisi terhadap ketentuan Pasal 9 di Permendag No. 70 Tahun 2013.

Pada Permendag lama ini, selain ada batasan maksimal 15% juga ada tambahan kalimat “kecuali ditetapkan lain berdasarkan kesepakatan” antara pemasok dengan pemilik gerai toko swalayan. 

Menurut Kordinator Aliansi Pemasok, Yeane Liem kata "kecuali ditetapkan lain berdasarkan kesepakatan"  mengandung makna yang bisa dimainkan.

"Kami pelaku pasar yang terdiri dari  industri nasional pemasok pasar modern, UMKM & pedagang pasar menganggap bahasa “kecuali ditetapkan lain berdasarkan kesepakatan” ini adalah pasal dengan bahasa yang rentan untuk disalahgunakan," kata Yeane Liem di Jakarta, Sabtu (30/10/2021).

Dikatakan Yeane Liem, diantara pemasok saat ini ada yang merupakan pemasok besar, dan sebagian besar lainnya merupakan pemasok skala mikro / kecil. Ini bisa menjadi pertarungan bebas antara industri nasional pemasok pasar modern, UMKM & pedagang pasar menghadapi pasar modern. 

"Pemasok besar lebih mudah untuk bernegosiasi dengan swalayan sementara pelaku pasar yang terdiri dari  industri nasional pemasok pasar modern, UMKM & pedagang pasar akan semakin kecil kesempatan untuk bersaing dengan para pasar modern tersebut, bila pasal revisi ini diberlakukan," kata Yeane Liem.

Apabila trading term B2B dibebaskan dan klausulnya mencekik , industri nasional akan merugi. Pilihannya adalah, tetap berjualan di Modern Trade tapi perlahan-lahan usaha akan mati. Atau memilih keluar dan kehilangan tempat berjualan, dimana modern trade sekarang semakin merajalela. Mereka menguasai pasar dan menghimpit keberadaan pasar tradisional. Alhasil industri nasional menjadi kerdil karena tidak tahu lagi harus berjualan dimana.

“Menyikapi kemelut mengenai Permendag ini, Pemerintah harus ikut andil dalam menyelesaikan kemelut ini. Bukan hanya sebagai pembuat regulasi dan menjadi penengah tetapi Pemerintah juga wajib turun tangan membantu industri nasional pemasok pasar modern, UMKM dan pedagang pasar. Hal ini agar lebih mempunyai bargaining power dalam menghadapi pasar modern," ujar Yeane Liem. 

Ditegaskannya regulasi yang dibuat oleh negara haruslah mampu menumbuhkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pemasok pasar modern dan pedagang pasar. Dan Permendag yang mempunyai kepastian hukum ini akan mendukung tumbuhnya iklim investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 

"Oleh karena itu kami dari ALIANSI PEMASOK meminta Permendag 23 tahun 2021 tetap dipertahankan demi terciptanya bisnis yang seimbang dan berkeadilan,” ujar Yeane Liem selaku Koordinator Aliansi 14 Asosiasi Pemasok. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat