: Perkembangan blockchain yang mulai diikuti dengan jargon tren metaverse akhir-akhir ini menarik semakin banyak perhatian.
Publik di dunia terutama aplikasi berbasis game yang menyematkan mata uang kripto dengan teknologi blockchain sebagai basis platform teknologi pendukungnya.
Namun sayangnya pemahaman mengenai metaverse masih sangat dini dan sering kali orang menyebut segala jenis game berbasis blockchain sebagai metaverse padahal metaverse yang diwacanakan oleh para industrialis dunia sifatnya jauh lebih rumit dan kompleks dalam ranah penerapan dan pengaktifasian ekosistemnya, bukan sekedar game online berbasis blockchain.
Baca Juga: Resmikan Sirkuit Mandalika, Jokowi Harapkan Muncul Pertumbuhan Ekonomi Baru
Dalam sebuah kesempatan, Reiner Rahardja pengusaha yang juga berkecimpung di dunia pengembangan blockchain sejak 6 tahun silam menjelaskan bahwa Metaverse yang sejati hanya akan terjadi jika memiliki penerapan ekosistem dan ekonomi independen.
Didalamnya yang menjadikan metaverse tersebut sebagai pengejawantahan dari gabungan kata meta dan universe atau meta-universe yang kemudian disingkat menjadi sebuah kata baru yakni metaverse.
Di mana dalam kata universe sendiri artinya jagat semesta yang mewakili ruang dan waktu fisik dalam kehidupan kita sehari-hari, tentu termasuk didalamnya adalah kegiatan harian manusia yang seluruhnya berputar disekitar unsur finansial dan uang.
Baca Juga: Hidupkan Sentra Ekonomi Baru, Jokowi Resmikan Bandara Toraja Dan Pantar
Sedangkan kata Meta secara etimologi artinya adalah melampaui atau bersifat transenden, pemahaman kata inilah yang membuat rancu pengertian metaverse secara global karena publik belum bisa membedakan mana Meta yang artinya brand media sosial milik Mark Zuckerberg, atau meta dalam arti kata sebenarnya.
"Sehingga banyak orang berpikir metaverse adalah produk atau teknologi milik perusahaan yang dulunya bernama Facebook, padahal sama sekali bukan,' ujar Reiner.
Ia juga mendeskripsikan metaverse sederhananya adalah sebuah dunia baru yang melampaui asas ruang dan waktu fisik dan menjadi opsi hidup kedua bagi setiap insan untuk menjalani kehidupannya dengan serius.
Baca Juga: Monster Penggagas Keterbelakangan Ekonomi Kampung Klayas Dijinakkan PT KPI RU VII Kasim
![Pengusaha muda Riener Rahardja bicara ekonomi baru 2027](https://assets.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/750x0/webp/photo/2022/11/04/622398373.jpg)
Bukan dalam konteks berpindah hidup dari universe saat ini lalu secara harafiah masuk dalam metaverse di dunia maya dan tidak keluar lagi, tapi lebih kepada eksistensi dua jenis dunia berbeda yang saling berjalan bersamaan atau sifatnya co-exist.
Kenyataan ini juga terlihat dalam ucapan Mark Zuckerberg 2021 silam yang sedang mentransformasi perusahaanya dari perusahaan sosial media menjadi perusahaan metaverse.
Dari situ kita mendapat hidden message bahwa dunia maya saat ini bukanlah metaverse, sedangkan populasi terbesar penduduk dunia maya sekarang adalah sekedar penduduk sosial media saja.
Baca Juga: Agar Game Online tidak Timbulkan Efek Negatif pada Anak, Ikuti Panduan di Website www.igrs.id
Senada dengan yang diutarakan Reiner Rahardja, bahwasannya ketika metaverse itu nanti sudah jadi kita dapat memulai hidup baru didalamnya bahkan memindahkan mata pencaharian dan kehidupan sosial kita sepenuhnya dalam metaverse.