unescoworldheritagesites.com

UU Ciptaker Harus Diterima Suka Atau Tidak - News

Jimly Assidiqie

JAKARTA: Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Jimly Assiddiqie mengatakan bila ada kesalahan dalam UU Ciptaker setelah ditandatangani Presiden walau tidak boleh tetap saja begitu disahkan di DPR semuanya sudah final.   Ini sesuai dengan prinsip Preasumption Iustae Causae bahwa UU ini sudah berlaku mengikat untuk umum dan harus diterima, terlepas suka atau tidak suka.

Jimly menegaskan UU yang sudah disahkan oleh DPR seharusnya sudah final, karena dalam 30 hari pun bila tidak ditandatangani oleh Presiden sudah berlaku menjadi UU. Artinya, ketika sudah disahkan sudah tidak boleh lagi diubah, meskipun satu titik atau koma, apalagi satu kata, bisa jadi mengakibatkan kerugian triliunan rupiah. “Tapi, saat ini UU Cipta Kerja sudah sah dan mengikat umum,” kata Jimly di Jakarta, Jum'at (6/11/2020).  

Dia meminta pihak yang kontra UU Ciptaker agar membiarkan masalahnya ini di Mahkamah Konstitusi (MK). Di institusi pengawal konstitusi itulah dibuktikan kalau UU Cipta Kerja ini cacat formil dan materil! “Jadi serahkan saja pengujian UU ke MK,” katanya menyarankan hakim MK harus berpikir progresif saat menguji UU Cipta Kerja. Sebab, Indonesia saat ini sedang tumbuh berkembang dan belum stabil. Dia mengingatkan MK dan MA sebagai cabang kekuatan ketiga, menjadi pengontrol eksekutif dan legislatif. Karena itu, seorang hakim dituntut jangan berpikir biasa-biasa saja.

“Hakim harus berpikir progresif, ada semangat aktivisme dalam kondisi yang belum normal dan belum stabil di tengah pandemi begini. Kecuali, keadaannya normal, maka hakim dapat bersikap lebih arif dan membatasi diri,” tuturnya.

Permasalahan salah ketik dalam UU Ciptaker dinilai tak berpengaruh terhadap norma yang diatur di dalamnya oleh pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendara. "UU Cipta Kerja yang banyak kesalahan ketiknya itu sudah ditandatangani Presiden dan sudah diundangkan dalam Lembaran Negara. Naskah itu sah sebagai sebuah undang-undang yang berlaku dan mengikat semua pihak," kata Yusril.

Yusril berpendapat kalau kesalahan itu hanya salah ketik saja tanpa membawa pengaruh kepada norma yang diatur dalam undang-undang itu, maka Presiden (bisa diwakili Menko Polhukam, Menkumham, atau Mensesneg) dan Pimpinan DPR dapat mengadakan rapat memperbaiki salah ketik seperti itu.

Naskah yang telah diperbaiki itu nantinya diumumkan kembali dalam Lembaran Negara untuk dijadikan sebagai rujukan resmi. Sehingga Presiden Jokowi tidak perlu menandatangani ulang naskah undang-undang yang sudah diperbaiki salah ketikannya itu.***

 

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat