unescoworldheritagesites.com

Sengketa Tanah Tugu Utara Kian Rumit Libatkan Banyak Pihak - News

advokat Yayat Surya Purnadi saat serahkan gugatan intervensi

JAKARTA: Perebutan tanah di Kramat Jaya, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara semakin berliku, rumit namun menarik saja untuk diikuti. Banyak pihak terlibat di sana, antara mertua, menantu dan anak dalam gugat menggugat tersebut. Kasus pidananya juga kok bisa berjalan beriringan dengan perdatanya.

Belum lagi jual-beli objek sengketa yang berulangkali ditambah hibah menghibah menjadikan perkara ini semakin rumit untuk mengurainya. Sudah ada sertifikat di atas tanah obyek perkara namun agaknya hal itu belum digugurkan lewat jalur hukum tata usaha negara (PTUN). Ada juga dakwaan pemalsuan atas dokumen kepemilikan tanah tersebut.

Kerumitan penanganan perkara ini semakin bertambah - walau sudah tahap kesimpulan -  masih muncul lagi penggugat intervensi suami istri Moh Kalibi dan Siti Mutmainah. Mereka hadir sebagai penggugat intervensi ketika diketahui tengah berlangsung pemeriksaan setempat (PS) atau sidang di lapangan/lokasi objek persengketaan.

"Tanah ini milik klien kami, kok diadakan sidang di lokasi ini," demikian salah satu penasihat hukum Moh Kalibi dan Siti. Mendengar itu, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh SH MH balik mempertanyakan kehadiran penasihat hukum itu. "Dalam berkas-berkas perkara ini saudara bukan sebagai pihak," ujarnya.

Menindaklanjuti protes di PS, advokat Yayat Surya Purnadi SH MH selaku kuasa hukum Moh Kalibi dan Siti Mutmainah pun maju dalam perkara sama sebagai penggugat intervensi. "Klien kami ajukan gugatan intervensi dalam perkara kepemilikan tanah ini," kata Yayat.

Yayat menyebutkan, semula tanah tersebut bekas HPL PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Tanjung Priok. Tahun 1969 diserahkan kepada 20 kayaran PT Pelindo II yang kemudian dioverkan P Narahena ke Ny Purnami. Tahun 1999 Ny Purnami (tergugat I) dan P Narahena (tergugat II) mewakili ke 20 karyawan PT Pelindo II digugat oleh beberapa orang yang mengaku sebagai penggarap. Namun gugatan tersebut tidak dapat diterima.

Pada 2001 Ny Purnami dan P Narahena digugat lagi oleh orang lain yang juga mengklaim sebagai penggarap lahan atau obyek sama. Lagi-lagi gugatan tidak dapat diterima. Setelah mempunyai kekuatan hukum tetap, Ny Purnami mengoverkan haknya ke Mahfudi. Selanjutnya pada 17 Januari tahun 2012 Mahfudi mengoverkan haknya lagi kepada Moh Kalibi.

Berdasarkan peralihan itu pada tahun 2012 Moh Kalibi mengajukan permohonan penerbitan sertifikat ke BPN Jakarta Utara sehingga terbit sertifikat Hak Pakai No 248/Tugu Utara, surat ukur No 00066/Tugu Utara/2012 atas nama Moh Kalibi seluas 2.998 m2 dan sertifikat Hak Pakai No 247/Tugu Utara surat ukur No 00067/Tugu Utara/2012 atas nama Ny Siti Mutmainah seluas 2.402 m2. Sedangkan sisa tanah seluas 1.768 m2 belum dimohonkan sertifikatnya. “Jadi, kepemilikan atas tanah kedua penggugat intervensi ini  sudah diperkuat dengan sertifikat,” tutur Yayat di Jakarta, Kamis (17/12/2020).

Namun demikian, terkait sertifikat ini pulalah Moh Kalibi dan Siti Mutmainah diduga telah melakukan aksi pemalsuan. Kini kasus Moh Kalibi sudah disidangkan di PN Jakarta Utara, sedangkan kasus istrinya Siti Mutmainah masih di Polda Metro Jaya sudah dalam tahap P21.

Penggugat dalam sidang dimana Moh Kalibi dan istri sebagai penggugat intervensi tidak lain adalah mertua Moh Kalibi atau ayah Siti, H Rawi. Sedangkan tergugatnya ahli waris tanah 7 orang dan Hadi Wijaya tergugat lama. Oleh karena Hadi Wijaya mengklaim membeli tanah obyek perkara sama dari orangtua ahli waris yang tujuh orang tersebut atau yang digugat H Rawi bukan tidak mungkin Hadi Wijaya mengajukan gugatan balik lagi baik terhadap penggugat (H Rawi) maupun penggugat intervensi.

Klaim mengklaim hak akan tanah boleh-boleh saja sejauh didukung dokumen kepemilikan. Namun tentunya majelis hakim yang memeriksa/menanganinya yang menentukan siapa sesungguhnya yang lebih berhak sesuai bukti-bukti kepemilikan yang sah atas objek yang dipersengketakan tersebut. ***

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat