unescoworldheritagesites.com

Statement Wamenkumham Tuntut Mati Undang Kontroversi - News

ICW

JAKARTA: Statement Wamenkumham bahwa Edhy Prabowo dan Juliari P Batubara layak divonis mati mengundang kontroversi. Bahkan ada yang menuding bermain politik. ICW yang selama ini ngotot agar diperberat hukuman koruptor tak sepakat jika mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dituntut hukuman mati. ICW menilai untuk memberi efek jera bagi para koruptor lebih tepat dengan penjara seumur hidup dan pemiskinan.

"Pemberian efek jera kepada pelaku kejahatan korupsi lebih tepat jika dikenakan kombinasi hukuman berupa pemidanaan penjara maksimal (seumur hidup) serta diikuti pemiskinan koruptor (pengenaan uang pengganti untuk memulihkan kerugian keuangan negara atau menjerat pelaku dengan Undang-Undang Anti Pencucian Uang)," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Rabu (17/2/2021).

Hukuman mati pada dasarnya hanya diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, yang penting untuk dijadikan catatan, dua orang penyelenggara negara tersebut tidak atau belum disangka dengan Pasal tentang Kerugian Negara, melainkan baru terkait penerimaan suap (Pasal 11 dan/atau Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

Kurnia memberi catatan terkait keberatannya hukuman mati diterapkan pada para koruptor. Ada dua hal yang disoroti. Pertama, praktik itu bertentangan dengan hak asasi manusia. Kedua, sampai saat ini, belum ditemukan adanya korelasi konkret pengenaan hukuman mati dengan menurunnya jumlah perkara korupsi di suatu negara.

ICW menilai untuk saat ini lebih baik fokus perhatian diletakkan pada penanganan perkaranya saja. Misalnya, kata dia, untuk perkara yang menjerat Juliari, alih-alih mengenakan pasal terkait kerugian negara, sampai saat ini saja KPK seperti enggan atau takut untuk memproses atau memanggil beberapa orang yang sebenarnya berpotensi kuat menjadi saksi. "Lebih baik pemerintah mendorong agar KPK berani untuk membongkar tuntas dua perkara tersebut," ujarnya.

Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiarriej sebelumnya menilai Edhy Prabowo dan Juliari Batubara layak dituntut hukuman mati. Kedua mantan menteri itu dinilai layak mendapat hukuman mati karena melakukan korupsi di saat pandemi Covid-19.

"Kedua kasus korupsi yang terjadi pada era pandemi. Kedua mantan menteri ini melakukan perbuatan korupsi yang kemudian kena OTT KPK, bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi, yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ujar Omar, Selasa (16/2/2021).

Partai Demokrat (PD)  menilai layak atau tidak Edhy Prabowo dan Juliari dituntut mati bukan hal utama. Yang terpenting saat ini semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus Edhy dan Juliari harus diseret ke ranah hukum. "Seret semua pihak yang diduga terlibat," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi PD, Benny K Harman, Rabu (17/2/2021). Benny kemudian mempertanyakan penanganan kasus Edhy dan Juliari. Waketum PD itu mempertanyakan mengapa hanya berhenti pada kedua eks menteri itu. "Yang dituntut publik dan masyarakat ialah keadilan, keadilan dalam menegakkan hukum korupsi. Mengapa hanya Edhy Prabowo? Khusus dalam kasus bansos, mengapa berhenti di Mensos saja? Mengapa kasusnya dibawa ke soal suap saja," ujarnya bertanya.

Plt Jubir KPK Ali Fikri mengatakan, KPK memahami harapan masyarakat mengenai tuntutan hukuman mati tersebut karena praktik korupsi itu dilakukan di tengah pandemi. “Kami tentu memahami harapan masyarakat terkait penyelesaian kedua perkara tersebut, termasuk soal hukuman bagi para pelakunya,” kata Ali.

Hal itu sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 2 Ayat (2), hukuman mati diatur secara jelas dan dapat diterapkan. Akan tetapi, menurut dia, penerapan hukuman tersebut bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan di dalam keadaan tertentu, melainkan semua unsur dalam Pasal Ayat (1) UU Tipikor harus dipenuhi. “Penanganan perkara oleh KPK dalam perkara dugaan suap benur di KKP dan bansos di Kemensos, saat ini pasal yang diterapkan terkait dengan dugaan suap yang ancaman hukuman maksimalnya sebagaimana ketentuan UU Tipikor adalah pidana penjara seumur hidup,” kata Ali.

Dia menekankan bahwa semua perkara hasil tangkap tangan yang dilakukan KPK diawali dengan penerapan pasal-pasal terkait dugaan suap. Pengembangan terkait kasus tersebut sangat dimungkinkan, seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Kami tegaskan, tentu sejauh ditemukan bukti-bukti permulaan yang cukup untuk penerapan seluruh unsur pasal-pasal dimaksud. Proses penyidikan kedua perkara tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan. Kami memastikan perkembangan mengenai penyelesaian kedua perkara tangkap tangan KPK dimaksud selalu kami informasikan kepada masyarakat,” tuturnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat