unescoworldheritagesites.com

Hakim Keluarkan Terdakwa, Dilaporkan Ke KY & Bawas MA - News

Jamalum Sinambela SH MH dan Sumirna Lusiana SH dari Firma Hukum Goliat & Rekan. (Ist)

JAKARTA: Penasihat hukum saksi korban Ganto Alamsyah SH, Jamalum Sinambela SH MH dan Sumirna Lusiana SH dari Firma Hukum Goliat & Rekan melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara ke Komisi Yudisial (KY) dan Kepala Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) Dwiarso Budi Santiarso SH Mhum.

Pasalnya, kliennya atau saksi korban tiba-tiba mendapat informasi bahwa terdakwa Yosaxina Anggi Santoso yang seharusnya masih di dalam tahanan sampai 15 Juni 2021 telah berada di luar tahanan paling tidak sejak 24 Mei 2021. Padahal, jika dilihat dari tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yakni Pasal 38 ayat (2) jo Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berisi ancaman pidana maksimal Sembilan (9) tahun penjara. Dengan begitu terdakwa seharusnya tetap ditahan dengan alasan objektif yang telah memenuhi ketentuan pada Pasal 21 ayat (4) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

“Keinginan klien kami agar terdakwa tetap di dalam tahanan selama mengikuti proses persidangan tidaklah berlebihan, tetapi mengapa majelis hakim tidak berpedoman ke pasal 21 ayat (4) KUHAP, ada apa,” ujar salah satu penasihat hukum korban, Sumirna Lusiana, Jum'at (5/6/2021).

Dalam pasal 21 ayat (4) KUHAP) disebutkan: “Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Dengan tidak ditahannya lagi terdakwa, menurut Sumirna, kliennya selaku saksi korban khawatir terdakwa akan melarikan diri nantinya karena takut akan hukuman atau pidana yang akan dijatuhkan kepadanya apabila terbukti bersalah. Akibatnya, putusan tidak dapat dieksekusi karena terdakwa telah melarikan diri. Padahal, pasal 21 ayat (1) KUHAP sudah mengisyaratkan: “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”.  

Alasan pengaduan pihaknya ke Bawas MA dan KY pada 28 Mei 2021 itu sendiri, kata Sumirna, dimaksudkan agar majelis hakim PN Jakarta Utara mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa sehingga mampu menegakkan wibawa hukum dalam penanganan kasus tersebut.

Sebab, kepastian hukum dan keadilan merupakan conditio sine qua non atau persyaratan mutlak dalam negara yang berdasarkan hukum. Hakim sebagai aktor utama dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum. Karenanya, semua wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu dan tidak membeda-bedakan di mana setiap orang sama kedudukannya di depan hukum.

“Kami ingin dilaksanakan apa yang tersurat dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,” tutur Sumirna.

Ketua Majelis Hakim Agus Darwanta SH MH yang berusaha dimintai tanggapan atas dilaporkannya majelis pimpinannya ke KY dan Bawas MA, tidak berhasil. Namun, kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Djuyamto SH MH, peralihan penahanan seorang terdakwa selalu didasarkan pertimbangan kemanusiaan. Karena menderita sakit atau alasan lainnya lagi.

“Kalau untuk terdakwa Yosaxina Anggi Santoso saya dengar karena yang bersangkutan saat ini memiliki anak yang masih kecil. Dari sisi kemanusiaan ditambah adanya keyakinan terdakwa bakal kooperatif mengikuti persidangan dan tidak akan melarikan diri, maka permintaan penangguhan penahanan demi alas an kemanusiaan itu dikabulkan majelis hakim,” tutur Djuyamto.***

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat