unescoworldheritagesites.com

Jaksa Agung Minta Penuntut Umum Kedepankan Hati Nurani - News

Jaksa Agung Prof Dr ST Burhanuddin SH MH

JAKARTA: Jaksa Agung Prof Dr  ST Burhanuddin SH MH meminta jajarannya mengutamakan penerapan Peraturan Kejaksaan tentang keadilan restoratif yang telah diundangkan pada tanggal 22 Juli 2020 lalu, bertepatan dengan Hari Bhakti Adhyaksa ke-60.

"Saya ingin semua kita dapat menggunakan hati nurani hukum yang mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum secara bersamaan," tutur Burhanuddin sebagaimana disampaikan Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Simanjuntak, Jumat (10/9/2021).

Sumber hukum adalah moral, dan di dalam moral ada hati nurani. Maka profesionalitas seorang jaksa akan sempurna jika dapat menyeimbangkan antara intelektual dan integritas. "Saya sebagai Jaksa Agung saya tidak membutuhkan jaksa yang pintar tapi tidak bermoral. Saya juga tidak membutuhkan jaksa yang cerdas tetapi tidak berintegritas. Yang saya butuhkan adalah jaksa yang pintar dan berintegritas serta berhati nurani," ujarnya.

Setiap manusia memiliki dan mampu menggunakan hati nurani. Oleh sebab itu, jangan sampai ada jaksa yang melakukan penuntutan secara asal-asalan tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. "Rasa keadilan itu tidak ada dalam text box tetapi ada di dalam hati nurani. Jangan sekali-kali menggadaikan hati nurani. Karena hati nurani adalah anugerah yang dimiliki manusia dan ini adalah cerminan dari sifat Tuhan Yang Maha Kuasa, Pengasih dan Penyayang," katanya.

Burhanuddin menyebut sampai 1 Agustus sudah 304 perkara yang berhasil dihentikan berdasarkan keadilan restoratif. Adapun tindak pidana yang paling banyak diselesaikan dengan mengedepankan keadilan restoratif adalah tindak pidana penganiayaan, pencurian, dan lalu lintas. “Rentang waktu satu tahun setelah dilakukan penelitian, sebanyak 304, ini berarti hampir setiap hari ada 1 perkara pidana untuk dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif," kata Burhanuddin usai pengukuhannya sebagai Prof Kehormatan Unsoed Purwokerto.

Burhanuddin berharap Peraturan Kejaksaan ini menjadi momentum mengubah wajah penegakan hukum di Indonesia. "Tidak akan ada lagi penegak hukum yang hanya melihat kepastian hukumnya saja, dan tidak akan lagi penegakan hukum hanya tajam ke bawah tumpul ke atas," harapnya. Dia juga berharap Peraturan Kejaksaan dapat menjadi pedoman role model dalam penyusunan revisi KUHP, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan suatu bentuk diskresi penuntutan (prosecutorial discretion) oleh penuntut umum dengan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku (rechtmatigheid) dengan asas kemanfaatan (doelmatigheid) yang hendak dicapai.

Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif yang penuh dengan muatan hati nurani berfilosofi untuk melindungi masyarakat kecil dan pemulihan kembali akan kedamaian yang sempat pudar antara korban, pelaku maupun masyarakat. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat