unescoworldheritagesites.com

Rapor Merah Jaksa Agung, Kasus Korupsi Kakap Banyak Mangkrak. Mau Berubah? - News

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman (Ist)

JAKARTA: Reaksi publik terhadap kinerja penegakan hukum di Kejaksaan Agung kembali menyita perhatian publik. Terutama dalam hasil jajak pendapat kepemimpinan nasional yang diselenggarakan Litbang Kompas baru-baru ini. Dalam surveinya, citra positif Kejaksaan Agung masih di bawah Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi. Bahkan lebih rendah dari citra positif Polri yakni sebanyak 77 persen.

Teranyar, di momen dua tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) memberikan rapor merah dengan penilaian buruk semua untuk kinerja Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin atas dasar kegagalannya dalam melakukan penyelesaian terhadap kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Menanggapi hasil survei Litbang Kompas, rapor merah juga disampaikan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

Lembaga civil society ini menyebut Kejaksaan Agung belum menghadirkan keadilan dalam proses penegakan hukum.

"Saya menghormati hasil survei dan meminta Kejagung untuk menjadikannya sebagai evaluasi dan perbaikan lebih baik. Yang kita lihat, faktanya, Kejagung belum menghadirkan keadilan dalam proses penegakan hukum," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan, Jumat (21/10/2021).

Menurutnya selain kasus Jiwasraya dan Asabri, masih banyak kasus yang mangkrak dan itu juga berlarut-larut, sehingga tidak mendatangkan keadilan. Ia pun memberikan contoh terkait kasus-kasus yang belum mendatangkan keadilan, seperti kasus korupsi yang mangkrak lama.

"Misalnya kasus Bank Bali, itu tersangka yang melibatkan Tanri Abeng sampai sekarang belum dibawa ke pengadilan, tetapi juga tidak dihentikan," ungkapnya.

Kemudian, lanjutnya, terdapat juga kasus mantan Menteri beberapa kali di era Presiden Soeharto dan mantan Ketua DPD yang dulu pernah ditangani Kejaksaan Agung. Sampai sekarang juga belum jelas dan tidak juga dibawa ke pengadilan, tetapi juga belum dihentikan kasusnya.

"Ini kan jelas-jelas tidak membawa keadilan bagi masyarakat selaku korban kan, maupun bagi tersangka. Karena perkaranya jadi tidak diselesaikan dan seperti diambangkan," kata dia.

Boyamin juga menyebut kasus Indosat yang memutuskan uang pengganti Rp1,2 Triliun sampai sekarang pun belum dieksekusi. Padahal, menurutnya, peristiwa perkaranya sudah 6 tahun yang lalu dan juga konyolnya belum disidangkan.

"Sampai saya mengajukan gugatan praperadilan dua kali dalam kasus Indosat," tuturnya.

Boyamin kembali membeberkan kasus yang pernah dia gugat 10 praperadilan menjelang lebaran tahun 2019. Misalnya kasus Dapen (dana pensiun) Pertamina yang kerugiannya hampir Rp550 Miliar. Dari 3 tersangka itu baru mendapatkan Rp66 Miliar dan sisanya itu belum dikejar.

"Mustinya kan dikenakan pasal pencucian uang sehingga bisa mengejar sisa dari uang korupsi dari kasus Dapen Pertamina," lanjutnya.

Selanjutnya dia mencontohkan kasus Bank Mandiri yang sudah 5 tahun berlalu, debiturnya PT CSI (PT Central Steel Indonesia) baru menyidangkan kroco alias kelas kecil atau guremnya saja.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat