unescoworldheritagesites.com

Masyarakat Menunggu Solusi Dari Rumah RJ Kejaksaan Agung - News

                                    Jampidum Dr Fadil Zumhana SH MH

: Jaksa Agung Burhanuddin menyatakan konsep Restorative Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif untuk memulihkan kedamaian dan harmonisasi dalam masyarakat. Jaksa sebagai penegak hukum dan pemegang asas dominus litis dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum dan keadilan harus lebih mengutamakan perdamaian dan pemulihan.

“Bukan lagi menitikberatkan sanksi pidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang. Keadilan Restoratif merupakan perdamaian hakiki yang menjadi tujuan utama dalam hukum adat, karena sesuai nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang sangat mengutamakan kedamaian, harmoni dan keseimbangan kosmis,” tutur Burhanuddin, Kamis (17/3/2022).

Pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sendiri membutuhkan nilai-nilai keadilan dan kearifan lokal. “Jaksa perlu bertemu dan menyerap aspirasi tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat serta menyelaraskan nilai-nilai tersebut dengan hukum positif di Indonesia,” katanya.

Dia berharap terbentuk sebuah “rumah” bagi aparat penegak hukum khususnya jaksa untuk mengaktualisasikan budaya luhur bangsa Indonesia yaitu musyawarah untuk mufakat dalam proses penyelesaian perkara. “Filosofi penyebutan rumah karena suatu tempat yang mampu memberikan rasa aman, nyaman. Tempat semua orang berkumpul dan mencari solusi dari permasalahan, yaitu Rumah Restorative Justice,” tuturnya.

RJ, kata Jaksa Agung, sesungguhnya diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dimana arah kebijakan dan strategi bagian penegakan hukum nasional ditujukan pada perbaikan sistem hukum pidana dan perdata. Selain itu, juga merupakan cerminan dari Sila Keempat dimana nilai-nilai keadilan diperoleh melalui musyawarah untuk mufakat dalam penyelesaian masalah.

Rumah Restorative Justice sendiri saat ini terdapat di sembilan Kejaksaan Tinggi. Selanjutnya, kata Jaksa Agung, nantinya akan terdapat 31 rumah Restorative Justice yang akan dilaunching, dan Jaksa Agung berharap Rumah RJ ini dapat menjadi pilot project yang nantinya dapat ditiru dan dikembangkan di wilayah lain. “Selain itu Rumah RJ juga saya harapkan dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman secara komprehensif tentang manfaat dari penyelesaian tindak pidana melalui konsep Restorative Justice,” harapnya.

Sementara Jampidum Fadil Zumhana mengatakan tujuan dibentuknya Rumah Restorative Justice antara lain sebagai tempat dalam menyelesaikan segala permasalahan di masyarakat. “Kehadirannya mampu menggali kearifan lokal dalam rangka mengimplementasikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat serta tempat musyawarah mufakat telah membuka harapan untuk menciptakan keharmonisan dan kedamaian masyarakat,” katanya.

Sembilan Kejaksaan Tinggi yang launching Rumah RJ yaitu Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kejaksaan Tinggi Aceh, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau dan Kejaksaan Tinggi Banten.

Tersebutlah Siti Mina Ohorella alias Mina adalah seorang ibu 50 tahun, yang setiap hari mencari nafkah sebagai penjual sayur keliling antar desa demi membiayai anak dan cucunya.  Pada 2017, ketika Nenek Mina sedang berjualan, dirinya mengalami kecelakaan lalu lintas. Nenek Mina menjadi korban. Setidaknya ada 500 jahitan di wajahnya karena kecelakaan yang menimpanya. 

Tiada pilihan, nenek Mina kembali mencari nafkah dengan berjualan sayur keliling.  Pada Minggu, 21 November 2021, pukul 10.00 WIT, saat dirinya sedang menjajakan dagangan sayur mayur, Nenek Mina kembali mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Trans Seram di Dusun Ketapang, Desa Lokki, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat. 

Saat itu, Siti Mina Ohorella alias Nenek Mina mengendarai sepeda motor dari arah Dusun Ketapang menuju Dusun Uhe untuk berjualan sayur. Saat mengendarai sepeda motornya, Nenek Mina melihat ada jalan rusak berlubang. Nenek Mina berusaha menghindari jalan rusak berlubang itu ke arah kanan.   Namun, di saat bersamaan, muncul sepeda motor lain. Karena panik, Nenek Mina tak bisa mengendalikan sepeda motornya, sehingga terjadilah kecelakaan atau tabrakan. 

Akibat kecelakaan tersebut, korban MP dan Siti Mina Ohorella alias Mina dibawa ke Puskesmas setempat untuk mendapatkan perawatan medis. Namun, satu jam kemudian, korban MP meninggal dunia. Siti Mina Ohorella alias Mina ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 310 ayat 4 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 

Kepala Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat, Irfan Hergianto, bersama Kasi Pidum Sriwati Asis Paulus, serta JPU Taufik Eka Purwanto, Garuda Cakti Vira Tama, Raimond Chrisna Noya kemudian dapat mendamaikan, menenangkan dan menetralisir situasi antara tersangka dan keluarga korban. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat