unescoworldheritagesites.com

OC Kaligis: Saya Akan Terus Berobat Ke Dukun Agung Dr dr Terawan Agus Putranto - News

: Kisah Letjen (Purn) TNI Dr dr Terawan Agus Putranto yang viral usai pencabutan izin prakteknya sebagai dokter oleh IDI sungguh memberi pelajaran dan makna tersendiri dalam kehidupan. Mantan Menkes yang menurut sebagian orang telah terzolimi - karena dengan pencabutan izin itu dia dipaksa bagai dukun -  justru santai-santai atau barangkali lebih tepat pasrah saja menghadapi atau menerima kenyataan itu.

Dari statement atau tanggapan-tanggapannya yang singkat namun bersahaja, dia dr Terawan menyerahkan sepenuhnya apa yang terjadi terhadapnya kepada Tuhan.  Dia menyebutkan apa yang terjadi dan dialami atas putusan Tuhan, dan itu pula yang terbaik baginya. "Tuhan berkehendak begitu, saya menjalani dan menerimanya ikhlas, karena apapun yang diberikan Tuhan kepada saya itulah yang terbaik bagi saya," demikian Terawan dalam suatu kesempatan.

Terawan memang menawan, termasuk di hadapan Tuhan. Dia sepenuhnya mempercayainya. Dia percaya dan yakin pula tanpa Tuhan perjalanan hidupnya tidak akan sejauh ini, dan Tuhan telah mengaturnya. Oleh karenanya, tanpa mengandalkan Tuhan, dia sadar tiada yang bisa diperbuat dan takkan sejauh ini langkahnya (pencapaiannya). Karenanya pula, dia tidak mau menjadikan semua capaian-capaian prestasi dan pertolongannya sebagai alat atau suatu hal guna menonjolkan diri. Semua yang dimiliki adalah berkat dan anugerah Tuhan, termasuk ketika dia dapat menolong sesama serta berbuat untuk bangsa dan negara, atas ridho dan petunjuk Tuhan pula.

Dr Terawan nyaris tiada dua. Dia tidak mengejar ambisi ini-itu pula. Misalnya, berlimpah harta, karier moncer, prestasi yang sarat puja-puji tidak saja di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Bagi dia semua berjalan dan mengalir apa adanya sebagaimana yang digariskan oleh Tuhan. Dia sama sekali tidak tanya apalagi protes ketika dirinya dicopot sebagai Menkes di tengah jalan. Dia ikhlas pula kalau pada akhirnya dicabut izin praktek dokternya oleh yang punya kewenangan IDI. Terawan berserah, memasrahkanya kepadaNya.

Terawan yang kalem tentu saja tidak sama dengan dengan mantan-mantan pasiennya; mulai dari mantan menteri, pengusaha, tokoh-tokoh masyarakat terpandang, wakil rakyat dan banyak lagi lainnya. Menyikapi pencabutan izin prakteknya, mantan pasiennya itu membelanya susul menyusul secara bergantian. Mereka berharap pencabutan izin praktek itu dianulir sendiri oleh IDI mengingat begitu besarnya jasa dan manfaat keilmuan/keahlian dr Terawan. Putra bangsa yang berjaya dengan keilmuan sekaligus terobosan-terobosannya harus dijaga bahkan didorong/dimotivasi agar terus menghasilkan temuan-temuan yang sangat berguna bagi bangsa, negara dan masyarakat.

Salah seorang mantan pasien Terawan, advokat senior, akademisi dan ahli hukum Prof Otto Cornelis (OC) Kaligis melalui surat terbuka menyampaikan pendapat membela Terawan. Namun OC yang baru usai jalani hukuman di Lapas Sukamiskin Bandung terlebih dahulu menegaskan bahwa dirinya tidak peduli dengan putusan IDI yang melarang dr Terawan untuk melanjutkan praktiknya. Sebab, OC tetap akan berobat ke Terawan.

                                                   OC Kaligis

Berikut surat terbuka OC Kaligis terkait pencabutan izin praktek Dr Terawan. “Saya dan anak saya, David Kaligis, adalah satu dari ribuan orang yang pernah diselamatkan metode penyembuhan DSA temuan dr Terawan. Ketika berada di tahanan Guntur, saya sering mengalami sakit kepala yang disertai tensi antara 110-200. Berkali-kali saya meminta kepada hakim yang memeriksa saya, agar saya diperiksa oleh dr Terawan. KPK yang sementara menuntut saya, melarang dan lantas merekomendasikan pemeriksaan dilakukan oleh dokter-dokter dari Rumah Sakit Umum Pusat Cipto (RSCM).

Tim dokter RSUP Cipto di atas selembar kertas berjudul Pro Justitia menyimpulkan bahwa tidak ada gangguan kelainan di otak saya alias saya sehat. Pemeriksaan pengadilan terhadap diri saya pun dilanjutkan.

Ketika saya mendapatkan second opinion para dokter RSUP Cipto dengan judul Pro Justitia, saya menulis surat kepada para dokter yang memeriksa saya, mempertanyakan sejak kapan para dokter yang memberikan second opinion berhak menggunakan Pro Justitia? Apakah para dokter selain memberikan second opinion, dapat juga sekaligus bertindak sebagai penyidik? Bukankah dokter tersebut dalam mendeklarasikan dirinya selaku pemeriksa “Pro justitia” telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang dapat dipidana? Sayangnya surat saya itu sama sekali tidak dijawab oleh tim dokter RSUP Cipto.

Ketika KPK pada mulanya “ngotot” agar saya tetap diperiksa Di RSUP Cipto, saya mengerti ada persekongkolan KPK dengan RSUP Cipto, yang menurut saya dapat didikte oleh KPK untuk kepentingan KPK. Untungnya majelis hakim mengabulkan permintaan saya untuk berobat ke RSPAD mengingat tiap saat, saya sebagai pasien, merasakan sakit luar biasa di bagian kepala saya disertai tensi tinggi. Saya pun berontak ketika tengah menjalankan pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Beruntung majelis hakim akhirnya merujuk pemeriksaan kepala saya ke dr Terawan.

Ditemani oleh penyidik KPK, saya langsung ditangani oleh dr Terawan, melalui apa yang saya dengar bernama DSA. Metode cuci otak. Sebelum tindakan, tensi saya 115-220, dan pada saat itu penglihatan saya sudah mulai kabur. Sementara tindakan ala metode Terawan berlangsung, dr Terawan melalui video monitor memperlihatkan kepada saya sumbatan aliran darah yang menuju otak. Sumbatan tersebut sudah nencapai hampir 100 persen.

Dalam prosesnya, saya melihat sendiri pembongkaran sumbatan itu. Semua kerak sumbatan syaraf aliran saya yang menuju otak dibersihkan. Tindakan pengobatan selesai hanya dalam tempo beberapa menit dan saya dikembalikan ke kamar untuk beristirahat  kurang lebih enam jam. Sesudah itu saya pun sembuh total. Tensi saya kembali normal 80-120 dan di saat itu juga saya diperbolehkan kembali ke tahanan Guntur.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat