unescoworldheritagesites.com

Oditur Nilai Pembunuhan Berencana Terhadap Sejoli Memenuhi Unsur - News

sidang kasus Kol Inf Priyanto

: Oditur MiliterTinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy menyebutkan terdakwa Kolonel Inf Priyanto adalah perwira menengah yang terlibat kasus pembunuhan berencana sejoli di Nagreg bukanlah tentara sembarangan. Setiap tentara, apa lagi yang telah berpengalaan, pasti tahu bahwa ada tuntutan pengambilan keputusan dengan cepat. Karena itu, dia memandang dalam kasus ini tindakan Kolonel Priyanto sudah dipikirkan matang.

"Terdakwa Kolonel Priyanto bukan tentara kemarin sore. Beliau sudah puluhan tahun berdinas dan sudah pernah ke medan operasi. Tentara itu dipersiapkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam waktu singkat," ujar Wirdel usai sidang pembacaan pleidoi penasihat hukum dan terdakwa  di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).

Dalam pleidoi penasihat hukum Priyanto, Letda Aleksander Sitepu menolak dakwaan Pasal 340 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan dakwaan Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang Penculikan. Wirdel menyebutkan tim oditur memasukkan pasal pembunuhan berencana untuk menjerat Priyanto setelah menabrak Handi dan Salsabila, sebenarnya Priyanto memiliki waktu cukup panjang untuk membawa korban ke rumah sakit. Alih-alih disembuhkan, sejoli itu malah dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah. Atas dasar itulah, Wirdel mendakwa yang bersangkutan dengan pasal pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu tersebut. "Kenapa kami masukan pasal pembunuhan berencana? Waktu 5 jam 30 menit itu cukup bagi terdakwa maupun saksi 1 dan 2 untuk memilih perbuatan. Apakah korban dibawa ke RS, ke tempat perawatan, atau sengaja mereka bawa," jelasnya.

Penasihat hukum juga sempat membeberkan psikologis Kolonel Priyanto yang merasa panik saat kejadian. Wirdel menepiskan bahwa para pelaku tak dalam kondisi demikian.

Penasihat hukum Kolonel TNI Priyanto, Aleksander Sitepu, meminta majelis hakim tinggi militer menjatuhkan vonis ringan di kasus dugaan pembunuhan berencana sejoli Handi dan Salsa dengan mempertimbangkan dedikasi dirinya yang terlibat dan mendapat tanda jasa dalam Operasi Seroja di Timor Timur. "Mohon kepada majelis hakim berkenan pula dapat mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut diri terdakwa, antara lain terdakwa pernah mempertaruhkan jiwa raganya untuk NKRI melaksanakan tugas operasi di Timor Timur," ujar Aleksander, Selasa (10/52022).

Dia kemudian memohon hakim membebaskan Priyanto dari dakwaan kesatu primair tentang pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) dan dakwaan kedua alternatif pertama tentang penculikan (Pasal 328 KUHP). "Menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya atau apabila berpendapat lain maka mohon yang seadil-adilnya," kata Aleksander.

"Terdakwa telah memperoleh tanda jasa Satyalancana Kesetiaan 8 tahun, 16 tahun, 24 tahun, dan Satyalancana Seroja," ucap Aleksander.

Kolonel Priyanto dituntut dengan pidana penjara seumur hidup dan dipecat dari TNI karena dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap sejoli Handi-Salsa.

Kasus pembunuhan Handi dan Salsa bermula saat kedatangan Priyanto ke Jakarta pada Senin, 6 Desember 2021 untuk mengikuti rapat evaluasi bidang intelijen. Bersama dua orang sopir, yaitu Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh, Priyanto berangkat dari Yogyakarta menuju Jakarta menggunakan mobil.

Selama perjalanan, mereka juga sempat singgah di Cimahi, Jawa Barat, untuk menjemput NS atau Lala, teman Priyanto saat bertugas di Cimahi pada 2013 silam. Priyanto kemudian menginap satu kamar dengan Lala di Hotel Holiday Inn dan Hotel 88 lalu mengantarkan Lala pulang ke Cimahi.

Setelah mengantarkan Lala pulang, pada Rabu 8 Desember 2021, Priyanto dan dua rekannya terlibat dalam insiden tabrakan mobil. Adapun korban dalam tabrakan itu adalah sejoli Handi-Salsa di Nagreg, Jawa Barat. Tubuh korban lalu diangkut ke mobil oleh Priyanto dkk. Priyanto mencetuskan ide untuk membuang korban ke Sungai untuk menenggelamkan tubuh korban.

Sebanyak 22 saksi dihadirkan dalam proses persidangan kasus ini. Berdasarkan keterangan sejumlah saksi di lokasi, Handi tampak masih bergerak dan merintih kesakitan. Itu artinya, korban masih hidup dan bisa diselamatkan jika diberikan pertolongan secepatnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat