unescoworldheritagesites.com

Perlawanan Sengit Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Gagal Di Tangan Hakim Tunggal - News

                                                  

: Perlawanan tersangka atau pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi adakalanya begitu keras bahkan sengit baik terhadap institusi penyelidik/penyidik maupun pihak yang melaporkan kasus dugaan korupsi itu.

Contoh yang dilakukan tersangka MS, terkait kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwa Taspen tahun 2017 – 2020. Dia tiga kali mempraperadilankan Kejaksaan Agung cq tim jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) dibawah komando Direktur Penyidikan (Dirdik) Dr Supardi SH MH. Hanya berkat kelengkapan dan dipenuhinya unsur-unsur dalam penyidikan dan penetapan tersangka, hasil kerja keras tim jaksa tidak bisa diganggu gugat.

“Tim jaksa penyidik pada Jampidsus tetap dinyatakan telah melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana ketentuan yang berlaku sehingga tiga permohonan praperadilan terkait kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen Tahun 2017 sampai 2020 yang diajukan oleh pemohon tersangka MS, seluruhnya ditolak hakim, ” tutur Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Dr Ketut Sumedana, Rabu (6/7/2022).

Sekretaris Jenderal FSP BUMN Bersatu Tri Sasono melaporkan Koordinator Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) Jhones Brayen dan Direktur CORE, Mohammad Faisal terkait penyebaran berita palsu tentang kredit macet PT BG di Bank BNI ke Bareskrim Polri. Tujuannya tidak lain untuk menghentikan pengusutan kasus dugaan korupsi tersebut. Atau paling tidak pelapor tidak serius menindaklanjuti laporan pengaduannya terkait kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara itu.

Mengenai praperadilan yang diajukan tersangka MS, Ketut mengungkapkan yang pertama dihadiri oleh tim jaksa praperadilan berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Nomor: 42/A/JA/05/2022 tanggal 31 Mei 2022. "Terkait dua alat bukti dalam penetapan tersangka yang telah diputus oleh hakim tunggal pada Selasa tanggal 14 Juni 2022 amar putusannya menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya sebagaimana putusan Nomor 37/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel,”  katanya.

Tersangka kembali mengajukan permohonan praperadilan kedua terkait kerugian negara yang nyata dalam penetapan tersangka dihadiri oleh tim jaksa berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Nomor: 46/A/JA/06/2022 tanggal 10 Juni 2022. “Putusan hakim tuggal kembali menolak permohonan pemohon praperadilan sebagaimana putusan Nomor 46/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel,” tuturnya.

Sedangkan praperadilan yang ketiga kalinya, tersangka mempersoalkan  Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) terlapor dalam tujuh hari sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 dihadiri oleh tim jaksa berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Nomor: 51/A/JA/06/2022 tanggal 22 Juni 2022.

Tim jaksa kembali berhasil meyakinkan hakim tunggal dan memenangkan permohonan praperadilan ketiga kalinya pada Senin 4 Juli 2022 dengan putusan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya sebagaimana dalam putusan Nomor 49/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel. “Berdasarkan putusan praperadilan tersebut proses hukum yang berjalan selama ini telah sesuai prosedur. Dengan demikian penyidikan perkara, penetapan dan penahanan terhadap tersangka telah sesuai ketentuan hukum acara pidana yang berlaku,”  ujar Ketut.

Baca Juga:

Menanggapi terlapor kasus dugaan korupsi melaporkan pelapor dugaan pencemaran nama baik, pakar hukum pidana Universitas Gajah Mada Muhammad Fatahillah Akbar menyebut pelapor kasus dugaan korupsi tidak bisa dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik. "Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Implementasi UU ITE, pelaporan itu tidak bisa dituntut pencemaran atau fitnah, harus diproses dulu laporan utamanya,” kata Akbar.

Menurutnya, aturan tersebut juga dipertegas dengan adanya Memorandum Of Understanding (MOU) antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri. “Kalau memang niatnya fitnah, baru bisa diproses harus dibuktikan sesuai pengetahuan pelapor,” tuturnya.

Tak Bisa Dilaporkan Balik

Akbar mengatakan seyogyanya aparat penegak hukum memproses terlebih dahulu laporan utamanya, yaitu terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi. Dia pun menegaskan jika pelapor menggunakan kata "diduga" pun tidak bisa dilaporkan. “Jelas tidak bisa. Apalagi UU Korupsi melindungi pelapor. Fokus utamanya adalah membuktikan laporan (apakah ada unsur dugaan korupsi atau tidak), bukan malah dilaporkan balik,” katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat