unescoworldheritagesites.com

Perang Pattimura Bukti Perjuangan Orang Maluku Usir Penjajah dari Bumi Indonesia - News

Perang Pattimura Bukti Perjuangan Orang Maluku  Usir Penjajah dari Bumi Indonesia (Redaksi suarakarya.id)



Generasi milenial saat ini perlu tahu bahwa Perang  Pattimura tahun 1817 adalah fakta sejarah Perjuangan Orang Maluku mengusir  Penjajah Belanda dari Bumi Indonesia.

Bertahun-tahun lamanya masyarakat Maluku dan bangsa Indonesia umumnya memperingati 15 Mei sebagai Hari Pattimura.

Peringatan hari Pattimura itu sah berdasarkan data dan fakta anak Saparua yang adalah Thomas Mattulessy itu pahlawan Indonesia.

Baca Juga: Hapus Buta Aksara Polwan Polres Jayapura Gelar Baca Tulis di BTN Ceria Pasar Baru Sentani Papua

Dalam catatan sejarah  pada 15 Mei 1817 operasi penyerangan pos-pos benteng Belanda di Pulau Saparua.

Penyerangan  dilakukan Kapitan <span;>Pattimura Thomas Matulessy <span;>bersama Philip Latumahina, Lucas Selano dan pasukannya.

Nama Pattimura  kemudian diabadikan menjadi nama Universitas, Bandar Udara.

Bahkan diabadikan menjadi gambar dalam uang pecahan Rp 1000 yang pernah diterbitkan oleh Bank Indonesia.

Baca Juga: Kader Partai Golkar Robert Joppy Kardinal Berikan Materi terkait Tanah Adat di Sorong

Jadi, siapakah sebenarnya Pattimura dan apa peran Pattimura dalam sejarah Indonesia?

Thomas Matulessy juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura atau Pattimura adalah Pahlawan nasional Indonesia dari Maluku.

Thomas Matulessy  lahir di Haria, Saparua, Maluku Tengah pada 8 Juni 1783.

Thomas Matulessy dari keluarga Matulessy. Ayahnya bernama Frans Matulessy dan ibunya bernama Fransina Silahoi.

Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarir dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.

Namanya kemudian dikenal karena memimpin perlawanan rakyat Maluku melawan Belanda melalui perang Pattimura.

Baca Juga: Sertijab Pangkoarmada III Laksamana Muda TNI Hersan Jabat Pangkoarmada III

Sejak abad ke 17 dan 18 berlangsung serentetan perlawanan bersenjata melawan Belanda (VOC).

Dikarenakan  terjadi praktik penindasan kolonialisme Belanda dalam bentuk monopoli perdagangan.

Pelayaran hongi, kerja paksa dan sebagainya.

Penindasan tersebut dirasakan dalam semua sisi kehidupan rakyat. Baik segi sosial ekonomi, politis dan aspek sosial psikologis. 

Selama dua ratus tahun rakyat Maluku mengalami perpecahan dan kemiskinan.

Rakyat  Maluku memproduksi cengkeh dan pala untuk pasar dunia.  Namun mayoritas masyarakat tidak ada keuntungan dari sisi ekonomi yang dirasakan.

Alih-alih mendapatkan keuntungan, rakyat Maluku justru semakin menderita dengan adanya berbagai kebijakan seperti pajak yang berat berupa penyerahan wajib (Verplichte leverantien).

Lalu  contingenten serta blokade ekonomi yang mengisolasi rakyat Maluku dari pedagang-pedagang Indonesia lain. 

Pada fase kedua pendudukan Inggris di Maluku pada tahun 1810 – 1817 harus berakhir pada tanggal 25 Maret 1817.

Itu karena Belanda kembali menguasai wilayah Maluku. Rakyat Maluku menolak tegas kedatangan Belanda.

Ketegasan itu ditunjukkan  dengan membuat “Proklamasi Haria” dan “Keberatan Hatawano”. Proklamasi Haria disusun oleh Pattimura.

Baca Juga: BBM Ketersediaan hingga Pasokan ke Seluruh Indonesia Memasuki Nataru Aman Terkendali

Ketika pemerintah Belanda mulai memaksakan kekuasaannya melalui Gubemur Van Middelkoop clan Residen Saparua Johannes Rudolf van der Berg.

Awal dari pecah perlawanan bersenjata rakyat Maluku.

Warga adakan musyawarah dan konsolidasi kekuatan di mana pada forum-forum tersebut menyetujui Pattimura sebagai kapten besar.

Ia (Thomas Matulessy) memimpin perjuangan itu.

Pada tanggal 7 Mei 1817 dalam rapat umum di Baileu negeri Haria, Thomas Matulessy dikukuhkan dalam upacara adat sebagai “Kapitan Besar”.

Setelah dilantik sebagai kapten, Pattimura memilih beberapa orang pembantunya yang juga berjiwa ksatria, yaitu Anthoni Rhebok, Philips Latumahina, Lucas Selano, Arong Lisapaly, Melchior Kesaulya dan Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu dan Paulus Tiahahu.

Pattimura  bersama Philips Latumahina dan Lucas Selano melakukan penyerbuan ke benteng Duurstede. 

Berita tentang jatuhnya benteng Duurstede ke tangan pasukan Pattimura dan pemusnahan orang-orang Belanda, mengguncangkan dan membingungkan pemerintah Belanda di kota Ambon.

Baca Juga: Perubahan Pola Pikir dan Budaya Aparatur, Tolok Ukur Berhasilnya Reformasi Birokrasi

Gubernur  Van Middelkoop dan komisaris Engelhard memutuskan militer yang besar ke Saparua di bawah pimpinan mayor Beetjes.

Ekspedisi tersebut kemudian disebut dengan ekspedisi Beetjes.

Mengetahui hal tersebut, dengan segera Kapitan Pattimura mengatur taktik dan strategi pertempuran.

Pasukan rakyat sekitar seribu orang diatur dalam pertahanan sepanjang pesisir mulai dari teluk Haria sampai ke teluk Saparua.

Pattimura bersama pasukannya berhasil mengalahkan Beetjes dan tentaranya. 

Pada tanggal 20 Mei 1817 diadakan rapat raksasa di Haria untuk mengadakan pernyataan kebulatan tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda.

Peringatan  kebulatan tekad ini dikenal dengan nama Proklamasi Portho Haria yang berisi 14 pasal pernyataan dan ditandatangani oleh 21 Raja Pati dari pulau Saparua dan Nusalaut.

Proklamasi ini membangkitkan semangat juang yang mendorong tumbuhnya front-front pertempuran di berbagai tempat bahkan sampai ke Maluku Utara.

Pada tanggal 4 Juli 1817 sebuah armada kuat dipimpin Overste de Groot menuju Saparua dengan tugas menjalankan vandalisme.

Seluruh  negeri di jazirah Hatawano dibumi hanguskan.

Siasat berunding, serang mendadak, aksi vandalisme, dan adu domba dijalankan silih berganti.

Baca Juga: Matangkan Sistem, Korfball DKI Jakarta Menang Besar dalam Uji Coba Lawan Kalteng

Belanda  juga melancarkan politik pengkhianatan terhadap Pattimura dan para pembantunya. 

Pada tanggal 11 November 181 7 dengan didampingi beberapa orang pengkhianat, Letnan Pietersen berhasil menyergap Pattimura dan Philips Latumahina.

Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon.

Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai pahlawan perjuangan kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia.(Sumber Kementerian Pendidikan RI dan observasi Lapangan).

Nah,  itulah sosok Pattimura dan perjuangan yang dilakukannya dalam menghadapi penjajahan oleh bangsa Belanda.

Perang Pattimura Bukti Perjuangan Orang Maluku  Usir Penjajah dari Bumi  Nusantara '

Keberanian  dan semangat juang Pattimura patut dicontoh oleh bangsa Indonesia.***

Penulis: Yacob Nauly. Wartawan . Wartawan Utama versi Dewan Pers  RI. Mantan Ketua PWI Perwakilan Sorong. Mantan Wartawan Ubahlaku Bentukan Pemerintah Pusat tahun 2020 - 2021. Juara 2 Kompetisi Fellowship Journalism BRI Pusat 2021. Lulus Seleksi Fellowship Tempo Institut tahun 2019. Asli Seram Bagian Barat (SBB) Maluku. Mahasiswa Magister IAIN Sorong Jurusan Kepemimpinan Transformasi.  Beragama Islam. Mahasiswa Magister Universitas Terbuka (UT).

Baca Juga: Presiden Joko Widodo Resmikan Proyek Strategis Nasional Tangguh Train 3 di Bintuni Papua Barat

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat