unescoworldheritagesites.com

Peringatan Etika Presiden Jokowi, Sabdo Pandito Ratu - News

Gungde Ariwangsa SH, Ketua Siwo PWI Pusat 2018 sd 2023, Ketua Pembina Yayasan IPO, wartawan suarakarya.id (Ist)

Oleh: Gungde Ariwangsa SH

: Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan soal etika dan sopan santun ketimuran. Peringatan etika dari Jokowi ini dikemukakan saat dia merespon  kritik pedas dan perlawanan dari Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM yang menobatkan dirinya sebagai Alumnus UGM Paling Memalukan. Menarik peringatan Jokowi itu karena persoalan etika tengah mendapat sorotan tajam di Tanah Air.

“Ya itu proses demokrasi boleh-boleh saja, tetapi perlu saya mengingatkan bahwa kita memiliki etika sopan santun ketimuran. Namun saya ya biasa saja,” kata Jokowi menanggapi kritik pedas dari BEM KM UGM itu.

Memamg sebagai manusia yang beradab, perlu menjaga bahkan menghormati etika. Bukan saja mashasiswa namun seluruh rakyat dan bahkan para penguasa negeri ini perlu menghormati etika. Sangatlah bahaya jika para penguasa tidak mengenal etika karena bisa menjadi contoh bagi masyarakat.

Masalah etika di jajaran penguasa mendapat sorotan dan kritik pedas karena perilaku tidak etis yang dipertontonkan. Ironisnya perilaku tidak beretika itu dilakukan oleh aparat penegak hukum sehingga penegakan hukum di masa pemerintahan Jokowi mendapat penilaian buruk. Drama pelanggaran etika yang sangat vulgar dipentaskan oleh hakim konstitusi saat menyidangkan masalah uji materi masalah usia persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.

Baca Juga: Pilpres 2024: Buntut Aib MK, Penegakan Hukum Jeblok

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang yang dipimpinkan Ketua MK (saat itu) Anwar Usman memang tidak menghapus persyaratan usia minimal 40 tahun untuk menjadi capres dan cawapres seperti yang diatur pasal 169 huruf q Undang Undang Pemilu. Namun Majelis Hakim MK mengubah pasal 169 huruf q Undang Undang Pemilu itu dengan menambahkan “pernah terpilih dalam pemilihan kepala daerah.” Dengan penambahan ini maka loloslah Walikota Solo Gribran Rakabuming Raka yang putra dari Presiden Jokowi sendiri menjadi Cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto meskipun belum berusia 40 tahun.

Tetapi keputusan MK itu mendapat reaksi keras dari berbagai pihak dan kalangan. Terutama para ahli hukum tata negara.

Keputusan MK yang akhirnya meloloskan Gibran sebagai Cawapres dinilai membuat kehidupan demokrasi di Tanah Air dalam bahaya, berada di ujung tanduk karena lahirnya politik dinasti dan suburnya nepotisme di era reformasi. Kandidat Cawapres itu lahir  dari produk putusan MK yang merusak tatanan bernegara.

Jadilah keputusan MK itu aib besar dalam buruknya penegakan hukum di era Jokowi. Bayangkan, Anwar Usman yang ipar dari Jokowi menyidangkan perkara yang menyangkut keponakannya, Gibran. Langkah Anwar Usman ini jelas melanggar prinsip tidak memihak atau netral yang diatur dalam Undang Undang Kekuasaan Kehakiman.

Baca Juga: Pilpres 2024: Gibran, Awas Bumerang!

Selain itu Usman bukan saja membuka kembali kran nepotisme yang dulu berusaha ditutup oleh perjuangan gerakan reformasi tahun 1998. Mengingat ikatan kekeluargaan yang kental dalam memutuskan syarat usia menjadi Capres – Cawapres itu memunculkan penilaian betapa besarnya nafsu keinginan untuk berkuasa. Sampai-sampai konstitusi pun diobrak-abrik.

Karena desakan yang begitu besar terhadap pelanggaran etik dan kepantasan itu maka Anwar Usman pun diadili oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Terbukti sangat jelas, Anwar Usman memang melanggar etik sehingga dia dihukum dipecat dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Itulah msalah etika yang dikorbankan demi kekuasaan. Ketua MK Anwar Usman terbukti tidak menghormati etika. Padahal dia Ketua MK dan ipar Presiden Jokowi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat