unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Kerahasiaan Individu dengan Allah SWT - News

• Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro 

: “Wa huwallahu fis samawati wa fil ard ya’lamu sirrakum wa jahrakum waya’lamu ma taksibun” (QS: Al-An’am 3). Artinya: “Dan Dia lah Allah SWT (yang disembah), di langit maupun di bumi. Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Ibadah puasa ramadhan adalah kerahasian milik pribadi masing-masing individu. Artinya, tidak ada seorangpun yang tahu apakah seseorang yang sahur di pagi hari akan terus berpuasa sampai magrib. Inilah artinya kerahasiaan dari puasa ramadhan. Setiap individu tidak bisa terlepas dari kerahasiaan tersebut karena semua diketahui Sang Pencipta Allah SWT. Artinya, ibadah puasa ramadhan selama 30 hari benar-benar menjamin kerahasiaan antara individu yang menjalankan dengan Allah SWT. Oleh karena itu, sangatlah beralasan jika perintah menjalankan puasa ramadhan ditekankan kepada orang-orang yang beriman, bukan semua orang!

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Kewajiban Berpuasa

Mengapa diwajibkan kepada orang-orang yang beriman? Mengapa penuh kerahasiaan? Hal ini tentu tidak bisa lepas dari beratnya menjalankan ibadah puasa. Betapa tidak, seharian dari subuh sampai magrib menahan hawa nafsu, tidak hanya menahan makan dan minum! Oleh karena itu, beralasan jika ada ancaman bahwa banyak umat muslim yang dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan ini hanya mendapatkan lapar dan dahaga! Artinya, esensi dari pahala ibadah puasa ramadhan adalah rahasia mutlak milik Allah SWT karena memang puasa ramadhan adalah ibadah spesial untuk Nya. Artinya, pilihan bagi yang beriman menjadi benar adanya sehingga diharapkan mereka tidak merugi

Banyaknya umat muslim yang ‘merugi’ karena ibadah selama 30 hari hanya mendapatkan lapar dan dahaga tentu harus menjadi early warning untuk meningkatkan kualita ibadahnya sehingga setiap pergantian ramadhan seharusnya mampu meningkatkan kualitas keimanan dan sekaligus kualitas ibadahnya. Peningkatan kualitas ini sekaligus memberi jaminan terkait pahala yang dijanjikan Allah SWT seperti dalam firman-Nya di QS: Ali Imran 148 “Fa atahumullahu sawabad dun-ya wa husna sawabil akhirah wallahu yuhibbul muhsinin” yang artinya: “Maka Allah SWT memberikan mereka pahala di dunia dan di akhirat dan Allah SWT mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan”

Baca Juga: Kemewahan Vs Keresahan

Apa yang tersirat diatas menunjukan bahwa jaminan pahala adalah konsekuensi dari semua ibadah yang dijalankan umat manusia, termasuk melaksanakan ibadah puasa ramadhan setiap tahun dengan tentu diikuti peningkatan kualitas keimanan. Artinya, setiap tahun harus terjadi peningkatan karena janji keberhasilan menjalankan ibadah puasa adalah rahmat surga dan dihapuskannya dosa seperti bayi yang baru dilahirkan. Oleh karena itu, sangatlah beralasan jika Allah SWT mengancam bahwa ibadah puasa ramadhan hanyalah ditujukan kepada orang-orang yang beriman, meski di sisi lain ada juga warning bahwa banyak yang hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Hal ini menunjukan bahwa banyak umat muslim yang menganggap ramadhan adalah ritual tahunan saja tanpa berusaha meningkatkan keimanan. Persepsian tentang ritual tersebut bisa dilihat dari perilaku konsumtif yang justru terjadi sehingga berdampak sistemik terhadap munculnya ancaman inflasi musiman selama ramadhan – lebaran. Padahal, dalam peribahdan puasa ramadhan logikanya kebutuhan konsumsi di bulan ramadhan cenderung menurun karena konsumsi hanya dua kali yaitu sahur dan buka puasa. Ironisnya, permintaan konsumsi cenderung meningkat yang akhirnya justru menjurus konsumtif. ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat