unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Nuzulul Qur’an - News

Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro

: “Alif laam miim raa tilka aayatul kitaab wal-ladzi unzila ilaika mir-ra-bikal haq-quwa laakin-na aktsaran-naasi laa yu’minuun” (QS. Ar-Ra’d 1). Artinya: “Alif laam miim raa (hanya Allah SWT yang tahu artinya) ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an dan setiap ayat Al-Qur’an yang diturunkan adalah mutlak benar, namun jumlah terbesar manusia adalah tidak percaya”.

Peringatan nuzulul qur’an pada dasarnya lebih terfokus pada bagaimana kita melakukan introspeksi atas semua perintah dan larangan-Nya yang terjabar di Al-Qur’an sebab kita berkeyakinan bahwa Al-Qur’an adalah sumber inspirasi yang mengilhami di semua nilai pencerahan kehidupan di dunia - akhirat dan sekaligus diyakini sebagai pedoman yang menjadi kesatuan dengan penyempurnaan anugerah Allah SWT seperti yang terjabar pada QS. Al-Maidah 3 yang artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Kucukupkan nikmat-Ku dan telah Ku-ridhoi Islam sebagai agamamu”.

 Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Keimanan dan Kebenaran

Adanya pemahaman tentang penyempurnaan dalam sisi syariat Islam tersebut maka salah satu tugas umat Islam adalah mengkaji nilai Al-Qur’an secara komprehensif. Oleh karena itu, nuzulul qur’an mempunyai peran sangat strategis yaitu tidak saja dikaitkan dengan pendalaman dan pengkajian makna Al-Qur’an (baik secara eksplisit atau implisit) tapi juga bagaimana memberikan peran secara utuh bagi pencerahan kehidupan manusia ditengah kompleksitas dan tantangan hidup.

Artinya, Al-Qur’an menjadi lentera di kehidupan umat manusia yaitu dari masa lalu sampai akhir jaman karena pada dasarnya manusia ada di kondisi kegelapan. Gelap yang dimaksud adalah gelapnya keimanan, bukan gelap cahaya. Salah persepsi terkait kegelapan memang harus disingkirkan karena di era now kegelapan cahaya tidak terjadi tetapi kegelapan akibat silau kehidupan duniawi pasti akan menjadi ancaman serius terhadap iman dan keimanan seseorang, termasuk juga gejolak hawa nafsu.

Salah satu tantangan yang terkait dengan minimnya perilaku manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai Al-Qur’an yaitu karena perilaku manusia sendiri yang cenderung dipenuhi oleh tekanan hawa nafsu. Bahkan, yang lebih ekstrim (dan sekaligus inilah yang diancamkan oleh Allah SWT) adalah karena bisikan setan yang memicu ambiguitas perilaku manusia, terutama ambiguitas yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah “made in manusia”. Fakta ini tidak bisa terlepas dari carut marut keimanan manusia yang masih resah mencari sandaran hidup dan memahami apa arti sebenarnya hidup di dunia. Padahal sudah jelas diturunkan Al Qur’an sebagai penerang hidup agar manusia tidak salah arah menjalani kehidupan fana ini.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Memerangi Kebodohan

Refleksi dari tekanan hawa nafsu keduniawian, introspeksi moment perayaan nuzulul qur’an, dan kecenderungan ambiguitas manusia, maka Allah berfirman di QS. Al-Baqoroh 40-45 yang artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an benar wahyu dari Allah yang diturunkan kepada Rosul yang mulia. Dan dia bukanlah perkataan tukang penyair, bukan ucapan dari tukang tenung dan sedikit sekali yang mengambil nilai pelajarannya. Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan Allah”.

Pemahaman ini menunjukkan bahwa langkah introspeksi dalam peringatan nuzulul qur’an merupakan suatu langkah penting bagi kita semua, terutama untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan berkeyakinan bahwa hadirnya Al-Qur’an adalah sebagai lentera kehidupan di semesta ini. ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat