unescoworldheritagesites.com

Amerika Sebut China VOC Baru, Laut China Selatan Makin Tegang - News

Protes di Mania  menentang

JAKARTA: Wilayah sengketa di Laut China Selatan makin tegang dan memanas. Amerika Serikat menuduh akis China di kawasan itu melanggar hukum. Kemudian AS mengecam langkah China menyerupai VOC, organisasi dagang Belanda pada masa kolonial yang mengukuhkan penjajahan negara itu di Indonesia.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo kembali mengatakan bahwa AS menolak klaim wilayah China di Laut China Selatan, dan bahwa aksi Beijing 'melanggar hukum.' "Pada Senin (13/7/2020), untuk pertama kalinya kami menjelaskan kebijakan kami soal Laut China Selatan. Itu bukan bagian dari kekaisaran maritim China. Jika Beijing melanggar hukum internasional dan negara-negara bebas tidak melakukan apa-apa, sejarah menunjukkan bahwa Partai Komunis China akan mengambil lebih banyak teritori,” katanya seperti dilaporkan BBC News Indonesia.

"Pernyataan kami memberi dukungan signifikan kepada pemimpin ASEAN yang telah mendeklarasikan bahwa sengketa di Laut China Selatan harus diselesaikan lewat hukum internasional," jelas Pompeo.

Pada 2016, Mahkamah Arbitrase PBB mengabulkan keberatan yang diajukan Filipina terkait klaim wilayah China di Laut China Selatan. Kedua negara bersengketa soal Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang mencakup sejumlah pulau yang sebagian besar tidak berpenghuni, Kepulauan Paracel dan Spratly.

Selain Filipina, dalam pernyataan tertulisnya yang dirilis Senin (13/7/2020), Mike Pompeo mengatakan, "Beijing gagal mengedepankan klaim yang koheren dan taat hukum di Laut China Selatan, oleh karenanya Amerika Serikat menolak setiap klaim China..."

"Di perairan yang mengelilingi Tepi Vanguard (lepas pantai Vietnam), Dangkalan Luconia (lepas pantai Malaysia), perairan di ZEE Brunei, dan Natuna Besar (lepas pantai Indonesia)."

David Stilwell, Asisten Sekretaris Negara untuk Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik, dalam diskusi virtual yang digelar oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Selasa (14/7/2020) mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan negara China yang mendukung 'intimidasi' militer di Laut China Selatan "adalah East India Company [VOC] modern."

"Sejumlah perusahaan pariwisata, telekomunikasi, perikanan dan perbankan yang dimiliki oleh pemerintah China berinvestasi di beberapa cara yang memungkinkan klaim dan perundungan ilegal Beijing. Armada kapal nelayan China di Laut China Selatan kerap beroperasi sebagai milisi maritim di bawah perintah militer China, melecehkan dan mengintimidasi yang lain sebagai alat koersi negara yang penuh kekerasan. "Perusahaan-perusahaan negara tersebut serupa dengan VOC jaman modern."

"David Stilwell mengatakan bahwa tidak ada yang tidak mungkin dilakukan, AS juga akan mempertimbangkan sanksi. Jika Indonesia memang berpihak dengan AS dalam hal ini, akan ada resikonya. Indonesia akan dianggap setuju secara implisit dengan apapun yang akan dilakukan AS terhadap China ke depannya," kata Natalie Sambhi, yang juga kandidat doktor di Pusat Studi Strategis dan Pertahanan di Australian National University (ANU). ***

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat