unescoworldheritagesites.com

Sosialisasi UU HPP, Sri Mulyani: NIK Jadi NPWP Tak Serta Merta Semua Harus Bayar Pajak - News

Menkeu Sri Mulyani. (Dok Kemenkeu)

BANDUNG: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan, penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk menggantikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak serta merta menyebabkan orang secara pribadi harus membayar pajak. 

Pembayaran pajak dilakukan apabila penghasilan setahun seseorang sebagai pribadi di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Atau, apabila orang pribadi tersebut berstatus pengusaha yang terkena Peraturan Pemerintah Nomor 23/2018.  Bahwa pembayaran pajak dilakukan jika peredaran bruto divatas Rp500 juta setahun.

Hal ini disampaikan Menkeu Sri Mulyani  untuk meluruskan pemberitaan terkait penggunaan NIK untuk menggantikan NPWP. Pemberitaan yang menyebut setiap pemilik NIK merupakan Wajib Pajak (WP), kata Sri Mulyani, sebagai sesuatu yang salah dan menyesatkan.

“NIK menggantikan NPWP adalah untuk penyederhanaan dan juga untuk konsistensi,” ungkap Menkeu Sri Mulyani dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Bandung, Jumat (17/12/2021).

Demi kesederhanaan administrasi dan kepentingan nasional, dilakukan integrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan sehingga mempermudah wajib pajak (WP) orang pribadi melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.

“Kalau Anda nggak punya pendapatan, Anda nggak bayar pajak. Kalau Anda tidak punya kemampuan, Anda dibantu negara,” ungkap Menkeu dikutip dari laman resmi Kemenkeu. 

Menkeu mencontohkan adanya bantuan pemerintah kepada 10 juta keluarga miskin di Indonesia yang justru menerima program keluarga harapan, santunan beasiswa, bantuan bagi ibu hamil dan lansia, serta sembako. Mereka dapat dipastikan tidak membayar pajak karena mereka adalah keluarga tidak mampu, meski memiliki NIK.

“Jadi NIK menjadi NPWP tidak serta merta menyebabkan yang punya NIK harus WP. Mereka harus memiliki kemampuan ekonomi untuk bisa membayar pajak,” ungkap Menkeu.

Indonesia 2045

Lebih jauh Menkeu Sri Mulyani menjelaskan bahwa UU HPP lahir sebagai tonggak sejarah baru reformasi perpajakan mendorong terwujudnya sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Sekaligus, menjadi bagian dari agenda reformasi bidang fiskal dan struktural yang sangat diperlukan guna mendukung upaya mewujudkan Indonesia Maju 2045.

Menurut Sri Muyani, UU HPP hadir dalam momentum yang tepat untuk memperkuat reformasi perpajakan melalui perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan sukarela, perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan. Tujuannya, untuk mewujudkan APBN yang sehat dan berkelanjutan, meningkatkan pertumbuhan, dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi serta pembangunan nasional.

“Ini semua ditujukan agar Indonesia ekonominya bisa bertransformasi menuju ekonomi dimana nilai tambah terjadi di Indonesia, produktivitas dan daya saing masyarakat meningkat, dan tentu dengan itu kemakmuran serta pemerataan bisa tercapai,” ungkap Menkeu. 

Menkeu Sri Mulyani menyebut Indonesia memiliki cita-cita mencapai sebuah negara yang makmur, berkeadilan, dan sejahtera. Pada tahun 2045, Indonesia diharapkan akan menjadi negara keempat dengan perekonomian terbesar di dunia dimana penduduknya akan mencapai 309 juta dengan 52% penduduk yang produktif akan hidup di perkotaan dan 80% di antaranya memiliki penghasilan menengah.

Menurut Sri Mulyani, cita-cita tersebut akan tercapai apabila dibangun pondasi dan prasyaratnya. Adapun prasyaratnya yaitu dengan membangun sumber daya manusia melalui pendidikan, kesehatan, dan jaring pengaman sosial. Selain itu, prasyarat lain dengan membangun infrastruktur, adopsi teknologi hingga perlunya kebijakan ekonomi serta stabilitas makro maupun politik.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat