unescoworldheritagesites.com

Pelayanan Masyarakat adalah State Obligation, DPR Bersama IAKMI dan MKKI Bahas RUU Omnibuslaw Kesehatan - News

Pembahasan UU Omnibuslow Kesehatan dibahas oleh Balegda DPR RI bersama IAKMI dan .KKI.

 

 


: Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI),  Senin lalu (14/11/2022).

Dalam kesempatan tersebut, Ketua IAKMI Ede Surya Darmawan memulai forum dengan mengutip amanah Konstitusi Pasal 28 H UUD NRI 1945 yang berbunyi, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

"Atas dasar ini, maka implikasi kesehatan masyarakat sebagai Kewajiban Negara (State Obligation), menyebabkan pendekatan kesehatan masyarakat harus komprehensif mencakup semua aspek yang menuntut pengorganisasian yang utuh, sehingga seharusnya undang-undang yang dibahas adalah RUU Omnibuslaw Kesehatan Masyarakat," ujar Ede dalam siaran persnya, Kamis (16/11/2022).

Baca Juga: RUU P2SK Dibahas DPR, Putkom Dorong Industri Keuangan Produktif dan Pro Masyarakat



Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengaku sepakat bahwa filososfi dari pemberian pelayanan Kesehatan sebagai bagian dari hak warganegara atau state obligation (kewajiban negara).

"Oleh karena itu, pemberian pelayanan kepada masayarakat harus berbasis pada pendekatan kesehatan masyarakat," kata Andi.

Senada dengan itu, Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra, menambahkan, mengacu pada pembelajaran di Thailand & Qatar, di mana mereka telah menunjukkan keberhasilan kinerja dalam memberikan perlindungan kepada masyarakatnya.

Menurutnya tidak heran, nama kementerian yang menangani Kesehatan, adalah Kementerian Kesehatan Masyarakat (Ministry of Public Health), yang dengan pendekatan kesehatan masyarakat yang komprehensif, fokus pencegahan dan terpadu.

Baca Juga: Implementasi UU Pangan, Paparan Ganjar Diapresiasi Baleg DPR

"Pendekatan prioritas pembangunan kesehatan masyarakat, idealnya, tidak reaktif dan perlu perubahan ke arah proaktif promotif preventif yg komrehensif dan integratif disamping pada pelayanan kuratif rehabilitatif," ucap Hermawan.

Untuk itu, Anggota Baleg DPR RI John Kenedy Azis menilai pentingnya kehadiran RUU Omnibuslaw Kesehatan ini, mengingat existing regulasi yang mengatur kesehatan sudah sangat banyak dan tumpang tindih sehingga perlu dirampingkan, namun jangan sampai hal-hal prinsip malah  kurang diatur.

"Tidak heran, ada yang pro dan kontra dan ada yang menanyakan apa urgensinya RUU Kesehatan ini," ucap Jhon menambahkan.

Baca Juga: Komisi X DPR RI Setujui Naturalisasi Shayne Pattynama, Hetifah Berharap Timnas Indonesia Makin Cemerlang

Kebijakan Tenaga Kesehata Masyarakat
Kebijakan Tenaga Kesehata Masyarakat


Dalam kesempatan terpisah, Prof Asnawi Abdullah selaku Guru Besar Kesehatan Masyarakat dan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Muhammadiyah Aceh mengingatkan tentang pentingnya fokus prioritas upaya kesehatan di Indonesia.

Selama ini, ujar Asnawi, pendekatan-nya mengedepankan paradigma sakit dan cenderung reaktif. Dalam draft RUU Kesehatan Omnibuslaw ada wacana disamping Upaya Kesehatan Pribadi (UKP) dan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) untuk mejadi 3 upaya, yaitu: UKP, UKM, dan UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat).

Dengan memperjelaskan pendekatan, maka harapannya lebih memperjelas peran negara dalam UKM. Selama ini, lanjutnya, sistem rujukan hanya berjalan di UKP.

Baca Juga: Harapan Baru Hukum Pidana Indonesia, Pakar: DPR Segera Sahkan RUU KUHP


Sedangkan UKM masih belum jelas berjalan padahal sudah diamanatkan dalam UU Kesehatan, UU Pemda, dan Perpres Sistem Kesehatan Nasional.

Asnawi yang juga Wakil Ketua Umum PP IAKMI, menyampaikan usulan IAKMI agar rujukan UKM: dari UKM Primer, Skunder, dan Tersier, juga diatur dengan baik dalam RUU Kesehatan Omnibuslaw.

"Dari draft RUU Omnibuslaw yang beredar, Ahli Kesehatan Masyarakat telah menjadi Jenis Tenaga Kesehatan tersendiri," kata Asnawi.

Walau demikian, Hermawan kembali menjelaskan bahwa organisasi profesi di bawah UU Nakes 36/2014. Dalam UU ini disebutkan, setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi.

Baca Juga: Pekan Depan RUU Provinsi Papua Barat Daya Disahkan Menjadi UU

Ede menegaskan bahwa IAKMI sangat mendukung OP tunggal. Namun OP dapat membentuk sub organisasi untuk penguatan spesialisasi keilmuan masing-masing ilmu. Misal IDI dan PDGI yang memayungi beberapa OP Spesialis.

 Kemudian IAKMI, ada beberapa Organisasi Anggota Lembaga IAKMI.

Ede juga menambahkan, dalam UU Nakes 36 tahun 2014 disebutkan bahwa Surat Tanda Registrasi (STR) berlaku selama 5 tahun. Dalam RUU Kesehatan Omnibuslaw ada wacana menghilangkan masa berlaku STR mejadi 'Tanpa Jangka Waktu'.

IAKMI, kata Ede, mengingatkan bahwa kebijakan ini harus dikaji lebih dalam karena akan menghilangkan nilai-nilai CPD (Continuing Professional Development).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat