: Per Februari 2022, di Indonesia terdapat 204,7 juta pengguna internet yang setara dengan 73,7% dari populasi penduduk Indonesia. Angka tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya (2,1 juta atau naik 1%). Sedangkan, Survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 mengungkap bahwa dari tiga subindeks Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia yaitu akses dan infrastruktur, intensitas penggunaan, dan keahlian/kecakapan, subindeks keahlian yang memiliki skor paling rendah.
Dr. Bevaola Kusumasari, Dosen Senior Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL Universitas Gajah Mada (UGM) mengatakan, sebagai pilar dalam indeks informasi dan literasi data, masyarakat Indonesia dipandang perlu mengakses, mencari, menyaring, dan memanfaatkan setiap data dan informasi yang diterima dan didistribusikan dari dan ke berbagai platform digital yang dimilikinya.Namun kata Bevaola, diperlukan individu yang cakap bermedia digital.
Baca Juga: Talkshow Kemkominfo dan GNLD: Menjadi Warga Digital yang Cakap, Beretika dan Berdaya, Seperti Apa?
Dijelaskannya, individu yang cakap bermedia digital yaitu yang mampu mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak dalam lanskap digital, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital.
Dia lalu membicarakan karakteristik Generasi Alpha, yaitu memiliki jiwa yang optimis dan penduduk asli digital. “Sebelum berbelanja, Gen Alpha mencari inspirasi pada platform Pinterest, Instagram, Facebook dan YouTube, dan berasal dari keluarga dengan sedikit anak yang tinggal di perkotaan,” kata Bevaola dalam diskusi virtual bertema “Welcoming Gen-Alpha: Chance and Challenge ini Digital Era” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia, Kamis (6/4/2023).
Baca Juga: Membangun Budaya Digital Masyarakat, Kenali Jenis Perundungan di Dunia Maya
Pembicara lainnya, Muhammad Dzaki, Social Media Marketer, mengatakan era digital telah mengubah cara hidup, bekerja, dan belajar. Katanya lagi, Generasi Z dan Alpha sebagai generasi yang lahir di era digital, memiliki peluang dan tantangan yang unik.
Dia lalu memaparkan sebeberapa peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Generasi Z di era digital. Dzaki menyebutkan, teknologi telah memberikan peluang untuk belajar di mana saja dan kapan saja. Generasi Z dan Alpha dapat mengakses informasi melalui internet dan media sosial. Peluang ini memungkinkan Generasi Z dan Alpha untuk memperoleh pengetahuan secara lebih cepat dan efisien.
Soal peluang, lanjut Dzaki, teknologi mempermudah untuk memulai bisnis. Generasi Z dapat memanfaatkan media sosial dan e-commerce untuk memulai bisnis mereka sendiri. Peluang ini memungkinkan Generasi Z untuk menciptakan bisnis yang lebih inovatif dan kreatif.
Sedangkan tantangannya yaitu ketergantungan terhadap teknologi. Generasi Z dan Alpha cenderung menjadi terlalu tergantung pada teknologi. Ketergantungan ini dapat menghambat kreativitas dan kemampuan sosial. Generasi Z dan Alpha perlu memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan digital dan kehidupan nyata.
Dzaki menyarankan agar Gen Z dan Alpha untuk segera mulai membuat konten, mulai membuat bisnis, dan mulai membuat platform digital.
Sementara itu, Zulfan Arif, translator sekaligus content writer dari Kaliopak Digital Yogyakarta mengatakan dalam ruang digital kita akan berinteraksi, dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural. Interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru tentang etika. Maka, segala aktivitas digital – di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital.
Menurut dia, Gen Alpha memiliki kelebihan terbiasa, menguasai dan adaptasi terhadap teknologi. Selain itu kreatif dan eksploratif. Gen Alpha, kata Zulfan, juga terhubung ke seluruh dunia, toleransi dan inklusif.
Namun, memiliki ketergantungan pada teknologi dan minim berinteraksi dengan sesama, terlalu banyak informasi sehingga memicu terjadinya misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Kelemahan lainnya yaitu kurangnya pengalaman, minim pengetahuan sejarah dan budaya.
Perlu diketahui, berdasarkan survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori ‘Sedang’ dengan angka 3.54 dari 5,00.