: Kendati tiap tahun diperingati dalam rangka mengurangi jika tidak bisa menyetop total, tindak pidana korupsi masih saja terus merajalela dan sistemik. Walau berbagai upaya dilakukan menuntut rasuah-rasuah tersebut, tetap saja lubang atau peluang-peluang berkorupsi ada dan dapat dimanfaatkan.
Salah satu contoh Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), yang tadinya diharapkan dapat menutup rapat-rapat korupsi masih saja bisa disiasati. Oleh karena itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara, Nawawi Pomolango, mau tidak mau harus meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar memperingatkan para pejabat yang tidak patuh dan tidak memberikan data yang benar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Nawawi Pomolango melontarkan hal itu pada acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12/2023). "Bapak Presiden dapat memberikan teguran untuk mereka yang tidak menyampaikan LHKPN secara tepat waktu, lengkap dengan surat kuasa dan isinya benar," harap Nawawi.
Baca Juga: Ketua KPK Firli Bahuri Diperiksa Penyidik Polri, LHKPN 2019 hingga 2022 Disita
Sebelum ini terjadi fenomena pamer kekayaan para pejabat pemerintah di media sosial. Masyarakat kemudian melakukan penelusuran terhadap harta para pejabat yang kerap pamer harta. "Hanya sedikit yang bermuara pada pengungkapan kasus korupsi," tutur Nawawi mengapresiasi andil masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi tersebut. Dia merasa, masyarakat punya andil penting dalam kerja-kerja penindakan yang dilakukan KPK.
Menanggapi imbauan dari harapan Ketua KPK sementara Nawawi Pomolango tersebut, Kantor Staf Presiden (KSP) menegaskan pihaknya selalu berupaya mendorong pembangunan kredibilitas aparat penegak hukum.
Tenaga Ahli KSP Rumadi Ahmad mengatakan, kredibilitas aparat penegak hukum merupakan aspek penting dalam penegakan hukum terkait korupsi. "Jangan sampai aparat penegak hukum itu justru terkena kasus-kasus korupsi," harap Rumadi.
Baca Juga: Kajati Sumsel Sarjono Turin Curigai Sorotan ke LHKPN Sebagai Serangan Balik dari Koruptor
Menurut Rumadi, penegakan hukum terkait korupsi merupakan salah satu pilar utama dalam menaikkan capaian kinerja pemberantasan korupsi. Sisa waktu pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin tetap fokus pada pembangunan kredibilitas aparat penegak hukum dan pengawasan internal pemerintahan.
“Kalau ini bisa dilakukan saya yakin indeks persepsi korupsi kita di waktu yang akan datang semakin baik," tutur Rumadi. Pemerintah, katanya, telah melakukan upaya progresif melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Program tersebut diklaim sudah berdampak nyata dalam menurunkan angka kasus korupsi.
Selain itu, pelaksanaan digitalisasi pengadaan barang dan jasa dan utilisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) telah berhasil menutup celah orang melakukan tindak pidana korupsi. "Sudah bisa pula pemerintah menekan inefisiensi keuangan negara," kata Rumadi.
Baca Juga: KPK Pantau LHKPN Pejabat Negara Punya Kewenangan Strategis
Program Stranas PK yang diluncurkan pada 2018 bisa menekan kebocoran keuangan negara. Pelaksanaan utilisasi NIK untuk DTKS berhasil mengurangi ketidakefesienan atau inefisiensi pengelolaan keuangan negara untuk Bantuan Sosial (Bansos) dan BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (BPJS PBI).
“Untuk Bansos kita bisa menghemat 1,62 triliun rupiah, dan untuk BPJS PBI sebesar 362 miliar rupiah per bulan,” katanya.***