unescoworldheritagesites.com

287 Anak Pernah Dikirimi Konten Pornografi, Waspada Kejahatan Seksual di Ruang Digital - News

Diskusi virtual bertema “Waspada Kejahatan Seksual di Ruang Digital”  diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia. (Istimewa )

:  ECPAT Indonesia melakukan temuan awal kerentanan anak dari eksploitasi seksual online di masa pandemi COVID-19. Terungkap, dari 1.203 responden, ada 287 pengalaman buruk yang dialami responden saat berinternet.

Aina Masrurin, Manajer Ceritasantri.id yang juga aktivis Komunitas Digital Kaliopak mengatakan, pengalaman buruk yang dimaksud di antaranya dikirimi tautan konten pornografi dan pesan teks yang tidak senonoh.

“Menerima gambar atau video yang membuat tidak nyaman, diunggahnya hal-hal buruk tentang korban tanpa sepengetahuannya, dan ajakan live streaming untuk membicarakan hal-hal yang tidak senonoh,” kata Aina di acara diskusi virtual bertema “Waspada Kejahatan Seksual di Ruang Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia, Kamis (25/5/2023).

Baca Juga: Tantangan dan Peluang Generasi Z dan Alpha, Menjadi Warga Digital yang Cakap, Berertika, dan Berdaya,

Adapun pelaku kejahatan seksual di ruang digital paling didominasi adalah orang asing atau orang tak dikenal atau anonim, teman di sekolah atau di tempat kerja, pacar atau mantan pacar. Aina memaparkan dampak kekerasan seksual di dunia digital bagi korbannya yaitu dapat mengalami kecemasan dan ketakutan, yang berujung pada depresi. Selain itu, korban akan merasa terasing di lingkungan sosial.

“Juga mengalami kerugian ekonomi, mobilitas menjadi terbatas, dan akan menyensor diri sendiri karena takut akan menjadi korban lebih lanjut,” ungkap Aina.

Sedangkan bagi pelakunya, lanjut Aina, berdasarkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) akan dikenai sanksi hukuman penjara 9 sampai 15 tahun. “Pidana akan ditambah 1/3 masa hukuman jika pelakuknya adalah keluarga, pejabat publik, atasan di tempat pekerjaan, dan korban meninggal dunia,” terangnya.

Baca Juga: Generasi Z Diingatkan Bahaya Politisasi Agama, Diajak Jadi Agen Moderasi Beragama

Dia pun menyarankan  menjaga ruang digital agar aman. Caranya, memisahkan akun privasi dengan akun publik. Selain itu, atur dan cek ulang pengaturan privasi akun jejarang sosial.

“Sesuaikan pengaturan privasi di akun-akun pribadi sesuai dengan keinginan atau preferensi kenyamanan seperti mem-private akun, menyertakan atau tidak menyertakan nama lengkap, foto, nomor HP, maupun lokasi,” jelas Aina.

“Pastikan password kuat dan jaga kerahasiaannya, bijaksana dengan penggunaan aplikasi pihak ketiga. Berbagai jenis aplikasi pihak ketiga yang tidak mencantumkan dengan jelas terms of policy atau kebijakan terkait pengambilan dan penggunaan data pribadi yang dicantumkan sebaiknya dihindari. Hindari juga berbagi atau share lokasi pada waktu nyata, dan berhati-hati dengan link atau URL yang janggal,” sambungnya.

Sementara itu, Budi Santoso, S.Pd, M.Pd Kasi SMA, PK-PLK Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Bondowoso mengatakan memasuki abad ke-21, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat signifikan dan dinamis.

Kata Budi lagi, di era transformasi digital, tantangan perubahan nilai-nilai budaya terjadi karena digitalisasi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan maysarakat. "Perubahan dapat terjadi karena adanya pengurangan nilai fungsional, atau tetap dilaksanakan, dan di sisi lain terjadi pengayaan dengan adanya nilai-nilai baru,” tuturnya.

“Nah, bagaimana kita menyikapi transformasi ini tanpa harus merubah nilai-nilai inti budaya masyarakat. Justru, transformasi ini memperkaya nilai-nilai untuk kehidupan masyarakat jadi lebih harmonis, sejahtera aman dan berkelanjutan,” tambah Budi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat