unescoworldheritagesites.com

Dua Pelaku Perdagangan Orang Diamankan Polda NTB - News

Konfrensi Pers TPPO di Mapolda NTB. (Suara Karya/Hernawardi)

: Sebagaimana Instruksi Presiden kepada jajaran Polri untuk memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Polda NTB berhasil mengungkap kembali dua pelaku TPPO.

Bahkan kedua pelaku oleh Polda NTB melalui Res Krimum Polda NTB sudah menetapkan keduanya sebagai tersangka. Dua tersangka dimaksud berinisial SR (41) dan HW (39). Mereka menjalankan praktik pengiriman PMI secara non prosedural dengan membuka Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).

” Pengungkapan itu berawal dari laporan empat korban berinisial S, MI, AS, dan DA. Rencananya para korban akan dikirim ke Arab Saudi menjadi tenaga cleaning service. Mereka dijanjikan gaji besar. Semuanya asal Praya, Lombok Tengah. Korban pun kepincut dan mendaftar. Selanjutnya para korban diberangkatkan ke Jakarta. Mereka ditampung di penampungan,” kata Wakapolda NTB Brigjen Pol Ruslan Aspan yang juga bertindak sebagai ketua Satgas TPPO NTB, Senin (12/6/2023) di Mapold NTB.

Ditambahkan, setelah tiga bulan berada di penampungan, para korban tak kunjung diberangkatkan ke negara tujuan. Para korban pun pulang ke Lombok menagih janji ke para tersangka. Para korban ini pulang (ke Lombok) menggunakan ongkos pribadinya.

 

Baca Juga: Polda NTB Ringkus Enam Terduga Kasus TPPO, Satu Masuk DPO

Menurutnya, para tersangka pun tidak memiliki itikad baik. Sehingga korban membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Dari laporan itu, tim satgas melakukan penyelidikan mendalam.

Baca Juga: Kerja di Irak, Tujuh Tahun Tak Bergaji, Pelaku Perdagangan Orang Ditangkap Polda NTB

Sementar itu Dirreskrimum Polda NTB Kombespol Teddy Ristiawan menambahkan, dari proses penyelidikan, para korban direkrut dari LPK bernama Lombok Jaya Internasional yang didirikan SR. Melalui lembaga itulah mereka menjalankan praktik pengiriman PMI secara non prosedural.

”LPK yang dibuat itu tidak terdaftar di P3MI (perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia). Bagi pekerja yang ingin masuk ke lembaga harus mengikuti pelatihan. ”Pelatihan yang diberikan hanya kamuflase untuk meyakinkan korban yang akan bekerja ke luar negeri dikirim secara resmi,” ujar Teddy.

Ia menambahkan, SR bekerja sama dengan HW untuk menjalankan bisnis pengiriman PMI non prosedural tersebut. Bagi korban yang mengikuti pelatihan harus menyerahkan uang. Masing-masing Rp 14 juta hingga Rp 20 juta per orang. Dam total seluruhnya berjumlah Rp 84 juta.

Menurut Teddy, uang tersebut juga digunakan pelaku untuk pembuatan paspor, medical check up, tiket transportasi ke negara dan biaya administrasi lainnya.

Teddy menjelaskan, dari pengungkapan tersebut polisi menemukan sejumlah barang bukti. Antara lain empat lembar kuitansi pembayaran pelatihan dan pemberangkatan ke luar negeri, boarding pass penerbangan Lombok-Jakarta, komputer, dua banner struktur organisasi lembaga, buku tabungan, dan enam kartu ATM milik dua tersangka. Seluruh barang bukti sudah disita.

Atas perbuatan itu para pelaku dijerat pasal 10 dan atau pasal 11 juncto pasal 2 dan atau pasal 4 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan atau pasal 81 juncto pasal 69 Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat