unescoworldheritagesites.com

Tahukah Anda Mengapa Hakim Sidangkan dan Putuskan Perkara Harus Ganjil - News

MA

: Mahkamah Agung (MA) merupakan pengadilan negara tertinggi. Selain menangani kasasi dan Peninjauan Kembali (PK), MA juga bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum serta menjaga agar semua hukum dan undang-undang diterapkan secara adil, tepat dan benar.

Dalam siaran pers MA, Senin (10/7/2023), disebutkan MA menjalankan fungsinya tersebut disebutkan memeriksa dan memutus perkara dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim dengan mengacu pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dijelaskan bahwa, apabila majelis bersidang dengan lebih dari tiga orang hakim jumlahnya harus selalu ganjil. Hal serupa juga dapat dilihat pada Pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Baca Juga: Fransisca Mohon Ketua MA Syarifuddin Ingatkan Panitera Kirimkan Salinan Putusan Perkara Subandi Gunadi

Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung beserta penjelasannya, MA dapat memeriksa dan memutus sebuah perkara, baik pada tingkat kasasi maupun PK dengan jumlah majelis hakim agung lebih dari tiga orang namun harus berjumlah ganjil.

Oleh sebab itu, penunjukan susunan majelis hakim agung yang lebih dari tiga orang hakim agung merupakan sebuah hal yang lazim dan diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Contoh undang-undang menentukan lain di sini adalah jumlah hakim dalam pengadilan anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maupun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, hakim memeriksa dan memutus perkara anak baik dalam tingkat pertama, tingkat banding, maupun tingkat kasasi dengan hakim tunggal.

Baca Juga: Sinergi Dharma Wanita PAM Jaya dan TP PKK Jakpus Komit Turunkan Kasus Stunting

Hakim merupakan unsur utama di dalam pengadilan. Bahkan identik dengan pengadilan itu sendiri. Pencapaian penegakan hukum dan keadilan terletak pada kemampuan dan kearifan hakim dalam merumuskan keputusan yang mencerminkan keadilan.

Mengapa jumlah hakim dalam mengadili suatu perkara harus berjumlah ganjil, yang ternyata berlaku juga di Mahkamah Konstitusi (MK)?

Ternyata MK juga memiliki aturan minimal jumlah hakim. MK selaku pengawal konstitusi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara, dilakukan dalam sidang pleno dengan 9 (sembilan) orang hakim konstitusi. Akan tetapi dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan dengan 7 (tujuh) orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga: MA Tolak Kasasi Anak AG dan JPU Kejari Jakarta Selatan

Hal itu tidak dapat dilepaskan dari mekanisme musyawarah hakim untuk menghasilkan putusan. Musyawarah majelis hakim merupakan perundingan yang dilaksanakan untuk mengambil keputusan terhadap suatu perkara yang diajukan kepadanya dan sedang diproses dalam persidangan yang berwenang.

Tujuan diadakan musyawarah majelis ini adalah untuk menyamakan persepsi, agar terhadap perkara yang sedang diadili itu dapat dijatuhkan putusan yang seadil-adilnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Jumlah hakim yang ganjil menjadi krusial ketika terjadi deadlock dalam musyawarah hakim. Apabila terjadi perbedaan pendapat hukum antara hakim yang bermusyawarah, maka perbedaan itu diselesaikan dengan voting, atau hitung suara terbanyak.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat