unescoworldheritagesites.com

Hal Perkawinan Beda Agama, MA Menekankan agar Sebaiknya Memedomani SEMA - News

MA

: Diduga masih ada hakim yang belum sepenuhnya patuh dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Oleh karenanya, Mahkamah Agung (MA) yang telah menerbitkan pedoman sebagaimana termuat dalam SEMA (SEMA) Nomor 02 tahun 2023  kembali membuat press releasenya untuk selanjutnya dipublis dan dipedomani para Wakil Tuhan di muka bumi..

SEMA Nomor  02 tahun 2023 itu terkait permohonan penetapan perkawinan antar-umat yang berbeda agama. Hal itu disampaikan Kepala Biro Hukum dan Humas (Kabiro Humas) MA, Dr H Sobandi SH, MH melalui keterangan tertulisnya. Selasa (29/8/2023)

“Dalam SEMA Nomor 02 Tahun 2023 menerangkan yang pada pokoknya mengadilan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama,” ujar Sobandi .

Baca Juga: SEMA No 2 Tahun 2023 Dinilai Masih Tidak Cukup untuk Akhiri Praktik Nikah Beda Agama

Dia  menjelaskan, dalam pembinaan teknis dan administrasi bagi pimpinan, hakim, dan aparatur peradilan tingkat banding dan tingkat pertama pada empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia pada tanggal 28 Agustus 2023 di Banjarmasin, Yang Mulia Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung Prof  Dr Takdir Rahmadi SH LL.M menerangkan pada saat proses penyusunan SEMA Nomor 02 Tahun 2023, Kelompok Kerja (Pokja) Mahkamah Agung telah melibatkan para stakeholder terkait antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh agama dan pemuka agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha untuk menyerap aspirasi dengan tetap mempedomani ketentuan Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Selain itu, kata Sobandi menerangkan, SEMA yang telah diterbitkan oleh Mahkamah Agung juga telah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XX/2022 tanggal 31 Januari 2023 yang pada pokoknya dalam pertimbangan hukum putusan tersebut:

Baca Juga: Islam Jelas Melarang, PN Jakpus Malah Mengizinkan Pernikahan Beda Agama, Inikah Toleransi?

Menyatakan norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak bertentangan dengan prinsip jaminan hak memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif, hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

“Terkait isu pelanggaran HAM terhadap pelarangan perkawinan antar-umat yang berbeda agama, dapat diterangkan bahwa implementasi HAM di Indonesia berbeda dengan HAM di negara-negara sekuler, di mana HAM di Indonesia tetap mengacu kepada Pancasila sebagai norma dasar pembentukan hukum yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.” tutur Sobandi.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat