unescoworldheritagesites.com

Rektor Unila Prof Dr Karomani Akhirnya Dijebloskan ke Tahanan KPK - News

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

: Penyidik KPK menetapkan Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Prof Dr Karomani sebagai tersangka suap terkait penerimaan mahasiswa baru. Dia diduga mematok biaya berkisar Rp100 juta hingga Rp350 juta bagi  yang ingin lulus Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022.

KPK resmi menetapkan dan menahan empat orang tersangka usai melakukan kegiatan tangkap tangan pada Jumat malam (19/8) hingga Sabtu (20/8/2022). Yaitu Karomani (KRM) selaku Rektor Unila periode 2020-2024; Heryandi (HY) selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila; Muhammad Basri (MB) selaku Ketua Senat Unila; dan Andi Desfiandi (AD) selaku swasta.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengumumkan empat dari delapan orang yang terjaring tangkap tangan telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Modus suap penerimaan mahasiswa baru telah mencoreng marwah dunia pendidikan, yang punya tanggung jawab moral tinggi untuk menghasilkan generasi masa depan bangsa yang berkualitas unggul dan berintegritas," ujar Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022).

Ghufron mengatakan, manipulasi yang dilakukan pada tahap penerimaan menjadi pintu awal manipulasi-manipulasi berikutnya, pada tahap pembelajaran hingga kelulusan nantinya.

Baca Juga: Penerima Penghargaan Itu Di-OTT KPK Juga Terkait Dugaan Korupsi

KPK sendiri melalui upaya pendidikan telah menangani berbagai modus perkara di sektor pendidikan, melalui strategi pencegahan telah mendorong perbaikan sistem dan tata kelola penyelenggaraan pendidikan, hingga melalui strategi pendidikan telah mendorong implementasi pendidikan antikorupsi bagi mahasiswa.

"Untuk mencegah korupsi, butuh komitmen dan tindakan nyata dari seluruh pihak, termasuk penyelenggara pendidikan itu sendiri,"  Ghufron mengingatkan.

Selama proses Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022, tersangka Karomani diduga aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta dengan memerintahkan tersangka Heryandi dan Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila, serta melibatkan tersangka Basri untuk turut serta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang apabila ingin dinyatakan lulus, maka dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak Unila.

Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin selaku dosen yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp 575 juta.

Baca Juga: Ruang Kerja Sekdakab Kudus Disegel Setelah OTT KPK

Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi Sutomo dan tersangka Basri yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani yang juga atas perintah Karomani uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 miliar.

Total uang yang sudah diterima Karomani  diduga  mencapai Rp 5 miliar lebih. Bahkan, dalam kegiatan tangkap tangan, KPK juga mengamankan barang bukti dengan nilai total sebesar Rp 4.414.500.000 (Rp 4,4 miliar). Barang bukti itu berupa uang tunai sebesar Rp 414,5 juta, slip setoran deposito di salah satu bank sebesar Rp 800 juta, kunci safe deposit box yang diduga berisi emas senilai Rp 1,4 miliar, dan kartu ATM dan buku tabungan sebesar Rp 1,8 miliar.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengatakan, tindakan suap agar lolos seleksi mandiri perguruan tinggi negeri merupakan hal yang memalukan bagi sebuah lembaga pendidikan.  Perguruan tinggi negeri seharusnya transparan terkait penggunaan anggaran hasil seleksi mandiri dengan kategori subsidi silang. Terlebih lagi, perguruan tinggi negeri sebagian besar dibiayai Negara.

"PTN ini seharusnya transparan terkait dikemanakan uang dari jalur mandiri tersebut, karena mereka sebagian besar dibiayai oleh negara puluhan sampai ratusan miliar untuk setiap kampus” kata Dede, Minggu (21/8/2022).

Sistem pendidikan di Indonesia, kata Dede, perlu diperbaiki. Masalah yang terjadi di Unila ini mungkin bisa saja atau sudah terjadi di perguruan tinggi negeri (PTN) lainnya.

"Sistem pendidikannya perlu dibenarkan, karena masalah yang terjadi di Unila hanyalah ujung dari sebuah kondisi yang mungkin saja atau sudah terjadi di kampus lain," ujarnya.

Dede menekankan perlunya pemerintah mengharmonisasi kesetaraan antara kualitas sistem pendidikan di perguruan tinggi swasta dan perguruan tinggi negeri. "Pemerintah juga harus membuat PTS (perguruan tinggi swasta) ini setara dengan PTN agar orang-orang masuk perguruan tinggi bukan hanya berdasarkan gengsi saja," ucapnya.

Poin yang paling utama dalam mencegah tindak suap penerimaan mahasiswa baru seperti yang terjadi di Unila adalah dengan cara sosialisasi apa yang diajarkan oleh perguruan tinggi. Harus ada pemahaman bahwa kunci kesuksesan bukan hanya diukur dari lulusan universitas tertentu.

Baca Juga: Dirjen Imigrasi Apresiasi OTT KPK Terhadap Penyalahguna Wewenang

"Kalau orang tua si siswa sudah investasi ratusan juta demi menyogok untuk mengejar PTN. Nantinya dia hanya akan mendapat gelar dari universitas tersebut dan belum tentu menjamin kesuksesan. Padahal, banyak PTS yang berkualitas," tegas Dede.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat